12 Paket Kebijakan Ekonomi Jauh dari Ekonomi Kerakyatan
Lebih lanjut dijelaskan, sebaiknya pemerintah jangan terus-menerus memberi keistimewaan pada Tiongkok. Sebab, itu hanya mencuatkan kekecewaan yang besar dari pihak lain yang boleh jadi justru lebih potensial dan prospektif.
"Pemberian keistimewaan seperti itu menutup kemungkinan yang lebih baik dalam konteks relasi internasional, baik secara ekonomi maupun politik," ujar Heri.
Ia menyarankan, setiap kebijakan sebaiknya harus dijalankan oleh orang-orang yang punya integritas dan kapasitas yang teruji, baik dari pengalaman profesional maupun jaringan.
"Mandegnya 12 kebijakan itu karena tidak ditopang dengan SDM yang tepat di bawah kepemimpinan yang kuat. Kita bisa belajar banyak di jaman Pak Harto, tentang kepiawaiannya menempatkan orang-orang terbaik dalam mengeksekusi kebijakan strategis. Karenanya, semua kebijakan itu akan sia-sia kalau pemerintah Jokowi-Kalla gagal membentuk sebuah pemerintahan yang bersih, kuat, tegas, dan efektif," kata Heri.
Pria Asal Jawa Barat ini menilai, ke-12 kebijakan itu belum merepresentasikan kerja revolusi mental secara serius.
“Revolusi mental itu, salah satunya, bisa dinilai dari seberapa baik pengelolaan manajemen kebijakan, berhasil. Di sini, pemerintah harus berani melakukan terobosan lewat sinergi ABG (Akademisi + Bisnisman + Government). Lewat sinergi itu akan lahir, misalnya, ribuan ikubator bisnis dan pemodal-pemodal venture yang siap mendanai produk-produk kreatif kita. Kita punya potensi besar ke arah itu asalkan pemerintah serius. Libatkan kampus (akademisi) dan lembaga-lembaga penelitian dalam hal pengembangan produk," katanya.
Menurut Heri, selama paradigma kebijakan yang dipakai masih melenceng dari Pancasila sebagai guidance spritual kebijakan, maka jangan harap ke-12 kebijakan itu bisa berhasil mengangkat harkat dan martabat rakyat Indonesia hingga ke akar rumput. Selama ini, kebijakan itu hanya melayani kelompok atas saja. Sedangkan, akar rumput dibiarkan berjuang sendiri tanpa keberpihakan yang sungguh-sungguh, ujarnya. (webtorial)