Kami Gratiskan Lagi Kantong Plastik karena Kecewa

Ketua Umum Aprindo, Roy N. Mandey.
Sumber :
  • Rochimawati / VIVA.co.id

Tercantum dalam SE itu, pertama bahwa pemerintah dalam hal ini KLHK, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, YLKI dan Aprindo sepakat menjadikan uji coba ini dalam satu periode tertentu sampai dengan 30 mei 2016. Dengan sasaran 19 kabupaten/kota dan satu provinsi.

Kedua, adalah Aprindo akan menjadikan kantung belanja menjadi produk jualan, dengan harga yang telah disepakati yaitu Rp200 per kantong plastik. Akhirnya pada kami mulai melakukan uji coba tersebut di anggota kami di wilayah yang telah ditunjuk sebagai lokasi uji coba.

Tujuannya supaya masyarakat supaya bisa memilih, kalau tidak mau membeli kantong plastik ya bawa sendiri. Diawal program ini berjalan cukup baik, karena berdasarkan survei ada 20 persen-30 persen dari konsumen yang sudah mulai mengerti.

Lalu, kenapa kemudian Aprindo akhirnya menghapus program ini?

Nah saat 30 Mei, dan program sudah berjalan tiga bulan kami Aprindo menunggu dan mengharapkan agar kementerian KLHK mengeluarkan atau landasan hukum dalam bentuk peraturan menteri yang bisa menguatkan peraturan tersebut.

Namun, jangankan landasan hukum kenyataannya malah bikin kami agak kecewa karena setelah 30 Mei perpanjangan SE tidak juga kami dapatkan. Sehingga pada 1 Juni anggota mulai bingung dan bertanya-tanya bagaimana selanjutnya program uji coba ini, dan kalau tidak ada dukungan dari peraturan di atasnya.

Malah pada 6 Juni 2016, keluar SE baru yang isinya berbeda dengan yang pertama. Dalam SE ini ada penambahan jika selanjutnya wewenang sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah terkait sesuai peraturan yang berlaku untuk pengelolaan sampah plastik ini, namun harga jual dari kantong tetap milik peritel. Dan program kantong plastik berbayar diperluas hingga seluruh Indonesia.

Lalu apa yang mendasari kekecewaan itu?

Jelas kami kecewa, karena kami tidak dilibatkan dalam kesepakatan SE kedua itu karena dinilai periode pertama sukses maka diluaskan seluruh Indonesia.

Kami lihat dalam SE itu tentunya ini dapat menimbulkan perbedaan persepsi karena tidak distandardisaskan untuk semua wilayah, tapi wewenang di lemparkan ke pemda ini yang kami sesalkan, karena semangat dari peraturan menteri adalah semangat yang instruksinya untuk dilakukan oleh seluruh daerah dengan satu prinsip peraturan menteri.