Netanyahu Diduga 'Sabotase', Gencatan Senjata Tahap Kedua Gaza Dinilai Hanya Sandiwara

PM Israel Benyamin Netanyahu.
Sumber :
  • Video CNN

Tel Aviv, VIVA – Proses gencatan senjata fase kedua antara Israel dengan kelompok Hamas Palestina dinilai terkendala. Sumber-sumber Israel meyebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu diduga bermaksud menyabotase tahap fase kedua kesepakatan pembebasan tahanan dan menggagalkan gencatan senjata di Gaza, pada 9 Februari.

"Ini hanya sandiwara," kata seorang sumber yang tidak diketahui namanya itu dikutip dari The Cradle, pada Senin 10 Februari 2025.

Menurut sumber itu, Netanyahu beri sinyal tak ingin melanjutkan gencatan senjata fase kedua.

"Netanyahu memberi isyarat dengan jelas bahwa dia tidak ingin pindah ke tahap (gencatan senjata) berikutnya. Dia mengirim tim tanpa mandat dan tanpa kemampuan untuk melakukan apa pun," lanjut keterangan sumber itu.

Seorang pejabat senior Israel menyebut Netanyahu seperti tak serius untuk mencapai tahap berikutnya dari kesepakatan gencatan senjata. Sebab, Netanyahu hanya mengirim delegasi ke Qatar yang hanya diizinkan untuk membahas 'rincian teknis' daripada mulai tahap kedua perundingan.

Namun, pejabat Israel itu menolak untuk menyebutkan rincian apa saja yang dimaksud. Delegasi itu seharusnya menerima mandatnya akhir minggu ini.

VIVA Militer: Benjamin Netanyahu bersama tentara Israel

Photo :
  • Facebook/The Prime Minister of Israel

Sebagai sinyal lebih lanjut, Netanyahu menunda pengiriman delegasi ke Qatar selama beberapa hari. Padahal, menurut perjanjian dengan Hamas, negosiasi gencatan senjata fase kedua seharusnya dimulai Senin lalu.

Pada Sabtu, 8 Februari 2025, otoritas Israel membebaskan 183 tahanan Palestina. Sementara, Hamas membebaskan tiga warga Israel dari Gaza.

Sumber tersebut meyakini gambar tawanan Israel yang dibebaskan pada fase pertama kesepakatan merusak popularitas Netanyahu di kalangan warga Israel 'sayap kanan'. Warga 'sayap kanan' itu ingin melanjutkan perang, membersihkan etnis Palestina dari Gaza. Mereka juga ingin mencaplok jalur Gaza untuk membangun pemukiman Yahudi.

Sumber tersebut menyebut para pemilih sayap kanan itu melihat Israel belum mengalahkan Hamas. Sebab, Hamas masih muncul di Gaza dengan senjata. 

"Spanduk-spanduk di panggung-panggung di Gaza selama acara pengembalian sandera mengejek Netanyahu dan merujuk pada slogan 'kemenangan total'-nya," kata sumber tersebut. 

Kata sumber itu, jika Netanyahu melanjutkan proses gencatan senjata tahap kedua maka Israel tak punya pemerintahan di Gaza.

"Netanyahu tahu bahwa ia tidak memiliki pemerintahan jika ia melanjutkan kesepakatan tersebut," demikian keterangan sumber itu

Sumber lain mengatakan tindakan Netanyahu bisa menyabotase sisa fase pertama kesepakatan agar tiak terlaksana. Sebaliknya, dari Hamas punya keinginan melanjutkan gencatan senjata fase kedua. Hamas ingin ada gencatan senjata penuh dan penarikan tentara Israel dari Gaza.
 
"Begitu Hamas menyadari tidak akan ada tahap kedua, mereka mungkin tidak akan menyelesaikan tahap pertama," ujar sumber tersebut.

"Hamas tidak bodoh. Mereka melihat politisasi negosiasi, penunjukan loyalis Netanyahu Ron Dermer dan Gal Hirsch (sebagai negosiator baru), dan pernyataan dari Smotrich dan menteri sayap kanan lainnya yang mengancam akan menggulingkan pemerintah. Mereka akan mengerti ke mana arahnya," lanjut sumber itu.

Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, kepala partai Zionisme Religius sudah bersuara dengan menuntut agar perang melawan Gaza dilanjutkan untuk mengalahkan Hamas.

Smotrich menentang pembebasan sandera dan gencatan senjata.

Netanyahu dinilai juga sudah mengindikasikan bahwa ia ingin perang terus berlanjut hingga Hamas benar-benar dikalahkan. Pada Sabtu, ia bersumpah Israel akan melenyapkan kelompok Hamas dan mengembalikan semua sandera yang tersisa.

Itamar Ben Gvir, mantan Menteri Keamanan yang mengundurkan diri sebagai bentuk protes terhadap kesepakatan pertukaran sandera dan gencatan senjata, menuntut pemerintah Israel mendorong imigrasi sukarela sekarang. Tujuannya untuk membersihkan Gaza secara etnis.

"Kita tidak punya waktu!" katanya.

Presiden AS Donald Trump pun jadi sorotan luas belahan dunia. Tekad Trump menuai kecaman atas pernyataannya bahwa AS ingin mengambil alih dan membangun kepemilikan Jalur Gaza.

Trump bersikeras untuk 'memindahkan' penduduk Gaza ke negara-negara tetangga, seperti Yordania dan Mesir. Padahal, kedua negara itu dengan tegas menolak pemindahan massal warga Palestina dan menolak seruan Trump.

Seruan Trump untuk mengusir 2,3 juta rakyat Palestina dari Gaza menggemakan rencana bocor yang diusulkan oleh Kementerian Informasi Israel pada Oktober 2023 atau satu minggu setelah dimulainya perang dengan Hamas.