Cerita Korban Selamat Bom Thamrin Peluk Aman Abdurrahman
- VIVA/Foe Peace
VIVA – Anggota Polda Metro Jaya, Ipda Denny Mahieu turut hadir dalam ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melihat sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa bom Thamrin, Aman Abdurrahman.
Denny adalah salah satu korban selamat bom Thamrin. Denny mengalami luka di bagian kepala, tangan, paha, betis, hingga tuli akibat terkena bom.
"Saya sebagai korban ibaratnya yang berlalu sudah berlalu. Cuma hati saya masih tidak menerima. Karena saya ini tidak berbuat jahat kepada mereka," kata dia di PN Jaksel, Jumat 18 Mei 2018.
Dia juga sempat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang yang menjerat Aman itu. Bahkan, usai memberikan kesaksiannya saat itu Denny sempat memeluk Aman.
Ia membeberkan alasan memeluk Aman saat itu. Hal itu tak lain lantaran dia dan Aman sama-sama berasal dari daerah Jawa Barat.
"Kenapa saya peluk Aman Abdurrahman? Saya bilang Aman itu orang Sumedang, sedangkan saya sendiri kan asli Cirebon," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Denny sempat mengatakan pada Aman kalau dia bukanlah thaghut atau setan yang disembah manusia.
"Saya orang Islam. Karena pedomannya satu Alquran. Kalau saya membunuh, saya dibunuh wajar. Saya tidak melakukan pembunuhan, saya juga dikasih bom. Saya, ya tidak terima kalau hati nurani saya," ujar Denny.
Lebih lanjut dia mengatakan, tuntutan hukuman mati yang diajukan JPU ke Aman dinilai tepat. Sebab, barang bukti dan fakta di lapangan membuktikan sehingga tuntutan dinilai wajar.
"Kalau dia gerakkan sampai kejadian di beberapa wilayah, itu korban banyak ya wajar," kata dia.
Untuk diketahui, Aman dituntut hukuman mati oleh JPU. Dia disebut memenuhi seluruh dakwaan yang disusun JPU, yakni dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer.
Dakwaan kesatu primer yakni Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.
Sementara dakwaan kedua primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.