Aktivis Tulis Kritik Lewat Mural: di Medsos Takut UU ITE
- VIVA/Sherly
"Sebenarnya bikin mural ini ngeri-ngeri sedap, karena takut juga. Tapi karena mahasiswa harus adil sejak dalam pikiran dan perbuatan, saya mewakafkan diri untuk menulis, karena di beberapa tempat sudah ada menulis masa Bandung enggak? Itu kenapa saya mau menulis mural di fasilitas publik," paparnya.
Sementara soal reaksi aparat yang menghapus mural-mural tersebut karena dinilai provokatif, Gusman justru menganggap para aparatur negara itu gagal paham dengan makna dari mural yang dibuat mahasiswa dan masyarakat.
"Kalau dianggap provokatif, kebencian, ini kan enggak juga, apalagi pemerintah sendiri gagal paham, itu lambang negara menurut pasal 36A dan pasal 2 UUD 45 bahwa lambang negara kan Garuda Pancasila, Bendera, Bahasa, Bhinneka Tunggal Ika dan lagu Kebangsaan," ungkap Gusman.
"Pemerintah begitu takut terhadap kritikan, kita akan berjuang apapun caranya kritikan itu akan terus dilakukan teman-teman mahasiswa dan masyarakat, kita tidak akan diam," imbuhnya.
Gambar dinding atau mural di Ciledug dihapus
- VIVA/Sherly
Sebelumnya, Deputi IV Kepala Staf Presiden (KSP) Juri Ardiantoro merespons sejumlah karya seni dalam bentuk mural yang memperlihatkan kritik ke pemerintah dan Presiden Joko Widodo tersebut.
Baginya, jika kritik dimaknai sebagai bagian demokrasi, maka tidak tepat mengabaikan elemen-lemen yang mendasarinya. Ia menyebut, diantaranya kepatuhan hukum, etika, dan estetika demi menjaga ketertiban sosial.
Ia memberi kebebasan berpendapat setiap hak warga negara, termasuk mengungkapkan ekspresi dalam bentuk mural. Namun yang perlu diingat, kata mantan pimpinan KPU itu, adalah mengungkapkan ekspresi juga demi membangun optimisme dan penuh keadaban dalam berdemokrasi.
"Mural-mural yang sengaja ditebarkan yang baru-baru ini menyerang Presiden Jokowi Widodo adalah cermin dari perbuatan yang justru keluar dari ketiga unsur tersebut, karena mengganggu ketertiban sosial dan kepatuhan hukum, minim nilai-nilai etika dan estetika," kata Juri dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 3 September 2021.
Menurutnya, kritik yang baik adalah memberi solusi atas berbagai permasalahan pada objek kritikan. Berulang kali Presiden Jokowi mengatakan, sampaikan kritik secara terbuka kepadanya.
Kendati demikian, manan tidak ada yang salah dengan kritikan yang dibangun lewat mural. Hanya memang perlu mempertimbangkan nilai-nilai lain seperti estetika di ruang publik.