Jaksa Bantah Eksepsi Hasto Karena Sebut Dakwaan Hasil Daur Ulang Kasus Inkracht

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto usai dengar tanggapan jaksa atas eksepsi yang diajukannya dalam kasus suap dan perintangan penyidikan PAW DPR RI
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zendy Pradana

Jakarta, VIVA – Jaksa penuntut umum (JPU) menanggapi atas pernyataan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto soal KPK hanya mendaur ulang kasus yang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Jaksa membeberkan alasannya menetapkan Hasto menjadi tersangka dalam kasus suap dan perintangan penyidikan PAW DPR RI, Harun Masiku.

Hal tersebut ditanggapi jaksa melalui agenda sidang tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi Hasto Kristiyanto dan tim hukumnya. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, pada Kamis, 27 Maret 2025.

Jaksa menjelaskan pernyataan Hasto itu tidak termasuk dalam nota keberatan atau eksepsi kasusnya. Jaksa menyebutkan Hasto dalam kasus suap PAW DPR RI 2019-2024, turut ikut mengisolir dalam pemberian suap.

"Penuntut Umum berpendapat selain hal itu bukan merupakan ruang lingkup keberatan/eksepsi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 156 Ayat (1) KUHAP, juga menunjukkan keinginan untuk mengisolir permasalahan keterlibatan dalam perbuatan pemberian suap kepada Anggota KPU," ujar jaksa di ruang sidang.

Hasto Kristiyanto saat jalani sidang eksepsi.

Photo :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Dalam menyusun dakwaan Hasto, jaksa sudah dilengkapi bukti-bukti yang didapatkan dalam proses penyidikan yang berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan barang bukti yang telah disita secara sah menurut hukum.

"Sehingga, untuk membuktikan apakah ada keterkaitan dengan Terdakwa atau tidak dengan membuktikan adanya niat jahat Terdakwa dan perbuatan jahat Terdakwa, sebagaimana telah diuraikan dalam surat dakwaan, tentunya hal tersebut telah masuk kepada materi pokok perkara yang akan dibuktikan pada proses pemeriksaan persidangan selanjutnya," kata jaksa.

Jaksa menjelaskan, hakim tidak terikat pada pada putusan pengadilan lain sebagaimana Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 173 K/Kr/1963 tanggal 24 Agustus 1965.

"Hal ini sejalan dengan Pasal 1 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang pada pokoknya mengatur bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka dan Hakim harus bersikap mandiri," kata jaksa.

Pun, jaksa menilai bahwa putusan perkara Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina hingga Saeful Bahri tidak akan berpengaruh pada putusan majelis hakim di perkara selanjutnya yakni perkara Hasto.