Kejagung Disebut Harus Sita Aset Pribadi Pemilik Sritex
- ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa.
Jakarta, VIVA – Kejaksaan Agung (Kejagung) disebut harus segera mengambil langkah menyita aset pribadi pemilik Sritex. Sebab, jika cuma mengejar aset perusahaan Sritex yang telau dipailitkan, maka sulit mengembalikan kerugian negara yang besar di kasus tersebut.
Hal tersebut disampaikan Pakar Pidana dari Universitas Lampung (Unila), Prof Hieronymus Soerjatisnanta menanggapi langkah Kejagung yang mengusut dugaan korupsi kasus pemberian fasilitas kredit untuk Sritex.
Menurutnya, Kejagung harus melakukan langkah-langkah taktis dalam pengembalian kerugian negara. Dia menjelaskan, aset Sritex memang sudah menjadi harta yang dipailitkan, tetapi mereka masih memiliki harta kekayaan di luar aset Sritex.
“Misalnya rumah, rekening pribadi, aset yang dimiliki secara pribadi. Itu bisa segera disita. Jadi yang perlu dikejar adalah harta pribadi dari Sritex dan penanggung jawabnya,” kata Tisna, Rabu, 11 Juni 2025.
Dalam fasilitas pemberian kredit ke Sritex, lanjut Tisna, seharusnya bank-bank pemberi kredit tunduk pada ketentuan-ketentuan. Salah satunya capacity (kapasitas).
“Kalau kita punya agunan senilai Rp15 ribu lalu pinjam Rp20 ribu kan tidak boleh. Tapi itu yang sering terjadi. Artinya debitur (owner Sritex) juga seringkali tidak jujur,” kata Tisna.
Sehingga, katanya, salah satu cara untuk mengejar pengembalian kerugian negara maka bank pemberi kredit juga harus dikejar. Dis menyebut mekanisme kepailitan adalah mekanisme yang dapat digunakan oleh pengusaha untuk menghindari utang ke berbagai lembaga perbankan.
“Kedua adalah untuk menghindari aspek pidananya. Jadi kepailitan itu sudah bergeser ke arah itu,” ujarnya.
Karena kepailitan sudah digunakan untuk menghindari pembayaran utang dan aspek pidana, menurut Tisna, maka langkah Korps Adhyaksa mengusut dugaan korupsi kasus Sritex sudah sangat tepat.
“Karena begini, aset Sritex itu berapa? pinjaman ke bank itu berapa?. Lalu apakah pinjaman itu digunakan untuk menyehatkan perusahaan itu? Ternyata gak juga, karena tetap pailit. Lalu mundul pertanyaan, pinjaman ini dikemanakan? Di situlah unsur korupsi terjadi," katanya.
Dia menambahkan, kepailitan Sritex menjadi sarana untuk menghindari kewajiban sebagai kreditur dan ancaman pidana yang ada. "Sehingga langkah Kejagung ini menjadi langkah yang ditunggu-tunggu,” ucap Tisna.
Terkait dengan pengembalian kerugian negara, Tisna mengatakan, jika masalah ini didiamkan maka kerugian negara tidak balik. Namun, jika ada proses pengusutan korupsi maka terbuka peluang pengembalian kerugian negara. Diakuinya, upaya mengembalikan kerugian negara ini tidak mudah. Penyebabnya, kata Tisna, Sritex sudah masuk proses pailit.
“Kejagung harus segera melakukan sita aset Sritex. Buat apa hanya mengejar pidana kalau kerugian negara tidak bisa dikembalikan,” kata Tisna.