Batik Kini Tak Hanya Dipandang Sebagai Budaya, tapi Representasi Gaya Hidup

Staf ahli Menteri Bidang Iklim Usaha dan Investasi Kemenperin, Doddy Rahadi
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Di tengah meningkatnya kesadaran global terhadap isu keberlanjutan, batik tidak hanya dipandang sebagai produk budaya, tetapi juga sebagai representasi gaya hidup yang selaras dengan nilai-nilai pelestarian lingkungan.

Momentum ini menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk menegaskan kembali komitmen pelestarian wastra melalui pendekatan yang lebih inklusif, inovatif, dan berorientasi masa depan. Generasi muda menempati posisi strategis dalam menggerakkan transformasi ini.

Hal tersebut disampaikan Staf Ahli Menteri Bidang Iklim Usaha dan Investasi Kementerian Perindustrian, Doddy Rahadi, dalam Talkshow Community Engagement sebagai rangkaian kegiatan Industrial Festival feat Gelar Batik Nusantara 2025.

Ilustrasi pakaian batik.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko

Mengusung tema “Batik dan Keberlanjutan: Lestarikan Tradisi, Lestarikan Bumi”, kegiatan talkshow ini menjadi bagian dari kampanye Kemenperin untuk mendorong adopsi praktik industri ramah lingkungan dan memperkuat nilai budaya dalam sektor manufaktur nasional.

“Bonus demografi yang tengah kita alami membuka ruang besar bagi generasi muda untuk menjadi penggerak utama perubahan. Mereka adalah agen penting dalam mewujudkan sustainability, termasuk di sektor industri kreatif seperti batik,” ujar Doddy di Jakarta, dikutip Sabtu 2 Agustus 2025.

Peluang tersebut selaras dengan geliat industri kecil dan menengah (IKM) sektor fesyen yang terus menunjukkan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Sebab, sektor ekonomi kreatif mampu menyumbang sebesar 7,8 persen terhadap PDB nasional, dengan salah satu kontribusi terbesarnya berasal dari industri kreatif subsektor fesyen dan kriya.

Di samping itu, berdasarkan data BPS, hingga tahun 2022 tercatat terdapat lebih dari 958 ribu IKM fesyen, yang terdiri atas IKM tekstil sebanyak 303.485 unit, pakaian jadi sebanyak 594.912 unit, serta kulit dan alas kaki sebanyak 60.760 unit. Ketiga subsektor tersebut secara kumulatif pula menyerap lebih dari 1,6 juta tenaga kerja, yang sebagian besar berasal dari kalangan usia produktif.

Sebanyak 67,5 persen penduduk Indonesia yang merupakan generasi muda dan berada pada usia produktif, menurut Doddy, memiliki kapasitas tinggi dalam hal kreativitas, pemanfaatan teknologi digital, serta semangat inovasi. Dalam pelestarian batik, generasi muda tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga pencipta tren dan pelaku industri yang aktif.