Komdigi Ungkap Tujuan Penerapan Wacana Satu Orang Satu Akun Medsos
- ANTARA/Farhan Arda Nugraha
Jakarta, VIVA – Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Ismail memandang usulan aturan satu orang hanya memiliki satu akun media sosial (medsos) sebagai salah satu upaya untuk menciptakan ruang digital yang aman, sehat, dan produktif.
"Ini (usulan satu orang satu akun media sosial) bukan sebagai ikhtiar untuk membatasi kebebasan masyarakat untuk berekspresi, memberikan pendapat dan sebagainya, tapi bagaimana membuat ruang digital ini menjadi sehat, produktif, dan aman," kata Ismail di Kantor Kemkomdigi, Jakarta Pusat, Jumat.
Ismail menilai, di ruang digital rawan terjadi penyalahgunaan identitas, karena ruang digital mengaburkan identitas digital seseorang, maka timbul dorongan untuk melakukan tindakan melanggar hukum menggunakan identitas palsu.
Ilustrasi media sosial.
- Pixabay
"Ketika ada kondisi yang seperti ini, maka mudah untuk timbul (dorongan) yang tadinya mungkin tidak berniat jahat, kemudian saya tergoda (berbuat jahat) karena berpikir 'oh kan orang lain tidak tahu kalau ini saya'. Mulailah kemudian dia menempatkan konten-konten atau melakukan sesuatu dan sebagainya yang melanggar hukum," jelasnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk memastikan pemanfaatan ruang digital dilakukan dengan bertanggungjawab. Misalnya menerapkan langkah autentikasi identitas digital pengguna misalnya melalui verifikasi sidik jari, wajah, dan sebagainya.
"Ini kan tools-tools yang bisa digunakan untuk membuat ketika orang masuk di ruang digital itu bertanggung jawab. Filosofinya kira-kira seperti itu," ujar Ismail.
Kendati demikian, dia menegaskan usulan aturan satu orang hanya bisa memiliki satu akun media sosial masih sebatas wacana yang sedang dibahas internal.
Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) Nezar Patria menegaskan pemerintah tidak mempermasalahkan jumlah akun media sosial yang dimiliki seseorang, asalkan seluruhnya terverifikasi melalui single ID atau digital ID.
"Kalau misalnya single ID dan digital ID ini bisa diterapkan, sebetulnya enggak masalah dia mau punya akun medsos satu atau dua atau tiga, sepanjang autentikasi dan verifikasinya itu bisa dilakukan," kata Nezar.
Pernyataan itu disampaikan Nezar menanggapi wacana anggota DPR RI yang mengusulkan satu orang hanya boleh memiliki satu akun medsos.
Ia menegaskan usulan tersebut perlu diluruskan karena lebih tepat dipahami sebagai penguatan tata kelola data berbasis identitas digital, bukan pembatasan akun.
Ia menjelaskan, sistem single ID sebenarnya bukan hal baru karena pemerintah sudah lama mencanangkannya melalui kebijakan Satu Data Indonesia, Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang Identitas Kependudukan Digital (IKD).
Sistem tersebut, menurut Nezar, memungkinkan verifikasi dan autentikasi kependudukan yang lebih kuat.
"Yang kita inginkan adalah ruang digital yang aman dan bertanggung jawab buat publik sehingga dia bisa lebih banyak membawa manfaat," ucapnya. (Ant)