Supriyanto, Anak Rimba Jambi yang Ingin Jadi Polisi
- VIVA.co.id/Ramond EPU
Bujang selama bersekolah mengikuti jenjang pendidikan formal bergabung dengan anak-anak Sidodadi, yang merupakan keturunan Jawa. Dengan pergaulan itu, Bujang cukup fasih berbahasa Jawa. Bahkan nama yang digunakannya pun adalah pemberian orang tua angkat bapaknya yang berasal dari Jawa.
Selama pendidikan, Bujang mengaku sangat menyenangkan, karena ia diterima dengan baik di lingkungannya. Masalah yang dihadapinya adalah keterkaitan dengan pembiayaan. Sebagai Orang Rimba, pekerjaan utama orang tuanya adalah berburu. Hasil buruan kemudian dijual dan itu yang menjadi biaya sehari-hari keluarganya.
“Kalau buruan lagi banyak, kami memiliki biaya untuk hidup. Tetapi kalau lagi sulit, ya, susah juga memenuhi kebutuhan. Untungnya ketika sudah di SMK, keperluan sekolah saya banyak dibantu oleh Warsi (Komunitas Konservasi Indonesia Warsi). Termasuk membantu proses pendaftaran dan perlengkapan syarat mendaftar polisi,” ujarnya.
Kini Bujang di antara waktunya menyiapkan bahan dan mengikuti tahapan seleksi, masih aktif membantu kegiatan orang tuanya. “Kadang kala saya juga ikut berburu, motong karet atau pun memanen sawit,” katanya.
Pekerjaan itu dilakoninya untuk membantu orang tuanya yang semakin hari beranjak tua. “Kasihan kalau mengandalkan Bapak terus. Makanya kalau luang, saya bantu Bapak untuk mengerjakan yang bisa saya bantu,” ujar alumnus SMK 2 Merangin itu.
Perjuangan Bujang untuk menjadi berhasil tentulah sebuah usaha yang tidak mudah, mengingat animo masyarakat umum untuk menjadi aparat penegak hukum juga sangat tinggi. Namun dia tidak khawatir kalah bersaing.
Perbedaan budaya
Shasa Chanina, Koordinator unit Pendidikan Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, menyebutkan bahwa langkah Bujang untuk ikut seleksi itu diharapkan mendapat dukungan dari semua pihak. “Selama ini masih sangat sedikit anak Rimba yang meneruskan pendidikan mereka," katanya.
Ada perbedaan budaya yang sangat mencolok dengan masyarakat di sekitarnya, juga masalah biaya hingga masalah sosial yang biasanya menyebabkan Orang Rimba mundur teratur dalam persaingan mendapatkan pendidikan yang terbaik.
Bersekolah, apalagi masuk ke dalam struktur aparatur negara, merupakan hal yang langka bagi Orang Rimba. Hingga kini, dari 3.600 jiwa Orang Rimba di Jambi, belum ada yang tercatat sebagai aparat hukum. Kehidupan Orang Rimba terjepit di antara perubahan tempat hidup mereka.