Seruan Menggetarkan Pengebom Bali kepada Militan Abu Sayyaf

Seruan Menggetarkan Umar Patek kepada Militan Abu Sayyaf
Sumber :
  • VIVA.co.id/D.A. Pitaloka

VIVA.co.id – Siapa yang tak mengenal Umar Patek. Nama pria bertubuh mungil blasteran Jawa-Arab itu sempat menjadi orang yang paling dicari. Tidak hanya oleh pemerintah Indonesia, tetapi juga pemerintah Australia dan Amerika Serikat, akibat keterlibatannya dalam aksi Bom Bali I tahun 2002. Peristiwa itu menewaskan 202 orang dan melukai 209 orang. 

Narapidana teroris itu kini mengaku insaf dan ingin membantu pemerintah Indonesia menangkal gerakan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), yang disebutnya lebih membahayakan dibandingkan Jamaah Islamiyah.

Dia pun menawarkan diri menjadi negosiator untuk membebaskan warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

Umar Patek tampil di hadapan publik sebagai narasumber sebuah seminar di Malang pada Senin, 25 April 2016. Dia mengenakan setelan kemeja koko warna putih dan peci berwarna senada.

Umar dikawal aparat keamanan yang mengenakan pakaian sipil, berbaur dengan peserta seminar. Sepanjang hari itu Umar Patek terlihat ceria dan lincah. Saat istirahat siang, Umar pun dirubung peserta seminar yang mengajaknya berfoto bersama. Umar yang mengenakan sepatu olah raga Diadora berwarna cerah melayani semua permintaan itu.

Untold story

Pria yang sempat menjalani pendidikan akademi militer bersama Ali Imron di Afghanistan itu mendapat giliran berbicara setelah istirahat siang. Menggunakan bahasa ‘Aku’, Umar menuturkan kisah hidupnya yang belum pernah terpapar di media.

“Ini untold story (kisah yang belum pernah diungkap media massa), yang belum pernah aku ceritakan pada media, semuanya ada di dalam benak pikiranku,” katanya.

Dia bertutur, mulai masuk ke Filipina di tahun 1995 setelah menuntaskan pendidikan di Afganistan. Tahun 1998, dia memutuskan untuk menikah dengan seorang gadis Filipina, anak seorang pendeta, yang kemudian masuk Islam.

Saat itu, posisi Umar Patek sebagai komandan di kamp Abu Bakar Assidiq di Filipina, sempat membuat keluarga calon istrinya khawatir datang ke kamp untuk menghadiri pernikahan Umar.

“Saat itu aku yakinkan orang tuanya, kedua tanganku tak pernah membuat bom untuk membunuh sipil nonmuslim di Filipina. Kami hanya memerangi militer Filipina yang masuk ke kamp saat itu,” kata Umar.