Belum Ada Kader Golkar Siap Gantikan Idrus Marham
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Setelah dualisme kepengurusan, akhirnya dilakukan Munaslub di Bali pada 2016 yang kemudian mengukuhkan Setya Novanto sebagai ketua umum. Namun seiring kasus korupsi KTP elektronik, Golkar kembali menggelar munaslub dan memilih Airlangga Hartarto secara aklamasi dipilih sebagai ketua umum.
Selain perombakan kepengurusan, saat ini yang menjadi perdebatan adalah jangka waktu kepengurusan. Apakah akan berakhir 2019 sebagai kelanjutan dari Munas 2014, atau hingga lima tahun ke depan, sesuai masa normal kepengurusan dalam satu periode.
"Seringnya pelaksanaan munas dengan biaya besar dengan pendeknya periode kepengurusan bisa menjadi penghambat program jangka menengah dan panjang. Karenanya menjadi ideal jika kepengurusan hasil Munaslub 2017 memimpin Partai Golkar hingga tahun 2022," kata Ketua DPP Majelis Dakwah Islamiah (MDI) Ton Abdillah Has, salah satu organisasi yang didirikan Partai Golkar.
Menurut Ton, akan lebih baik kalau kepengurusan di bawah Airlangga Hartarto ini, bisa diberi kesempatan guna menyukseskan dua pemilu sekaligus yakni 2019 dan 2024.
"DPP MDI mendukung kepemimpinan Airlangga Hartarto melewati pemilu 2019, serta mempersiapkan Partai Golkar memenangkan Pemilu 2024 yang akan datang," katanya.
Namun Ton menilai, untuk kepengurusan Golkar saat ini dibutuhkan akselerasi tinggi. Mengingat partai selalu berkutat pada persoalan internal saja. Karena itu, dia mengusulkan agar ada pembaruan di tingkat kepengurusan DPP Partai Golkar.