Perjalanan Spiritual Legenda AC Milan George Weah: Mualaf Selama 10 Tahun, Kini Kembali Jadi Kristen
- Istimewa
Jakarta, VIVA – George Weah, legenda sepak bola dunia asal Liberia yang pernah membela AC Milan dan meraih Ballon d’Or 1995, memiliki kisah spiritual yang menarik dan penuh pencarian.
Lahir sebagai seorang Kristen pada 1 Oktober 1966, Weah memutuskan untuk berpindah keyakinan dan memeluk agama Islam pada 1989. Namun, setelah sekitar sepuluh tahun menjadi Muslim, ia kembali memeluk agama Kristen, keyakinan yang diwariskan dari keluarganya.
Dari Kristen ke Islam
Perjalanan spiritual Weah dimulai sejak masa mudanya. Ia dibesarkan dalam keluarga Kristen dan diasuh oleh neneknya, Emma Klonjlaleh Brown, seorang wanita religius yang taat. Namun saat memasuki usia dewasa dan tengah menapaki karier profesional di dunia sepak bola, Weah justru memilih menjadi mualaf.
Tahun 1989 menjadi titik awal perubahan besar dalam hidupnya. Saat itu, ia menyatakan masuk Islam dan menjalani kehidupan sebagai Muslim, termasuk berpuasa di bulan Ramadan dan menjaga salat lima waktu. Bahkan, menurut beberapa sumber, ia sempat mengganti namanya menjadi “Ousmane” sebagai bagian dari penghayatannya terhadap ajaran Islam.
George Weah
Dalam wawancara yang dikutip BBC, Weah menyebut bahwa ketertarikannya pada Islam lahir dari rasa ingin tahu yang mendalam dan kedisiplinan spiritual yang ia temukan dalam agama tersebut.
Bertahan 10 Tahun, Lalu Kembali
Weah menjalani kehidupan sebagai Muslim selama sekitar satu dekade, tepatnya hingga akhir 1990-an. Namun seiring waktu, terutama setelah wafatnya sang nenek, ia mulai merasa terpanggil kembali ke akar spiritualnya. Weah kemudian memutuskan kembali ke agama masa kecilnya, Kristen.
Keputusan itu bukan tanpa tantangan, namun ia menjalaninya dengan mantap. Dalam beberapa pernyataan publik, ia menegaskan bahwa keputusan berpindah dan kembali ke agama lamanya adalah hasil dari pencarian personal, bukan paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Setelah kembali menjadi Kristen, Weah menjadi lebih aktif dalam kegiatan keagamaan. Ia bahkan mendirikan gereja bernama Forky Jlaleh Family Fellowship Church, tempat ia dikenal sebagai penginjil. Meski begitu, ia tetap menunjukkan sikap toleran terhadap agama lain, termasuk Islam, dan pernah menyampaikan keinginannya untuk suatu saat mengunjungi Mekkah sebagai bentuk penghormatan terhadap masa lalu spiritualnya.
Simbol Toleransi
Perjalanan spiritual George Weah menjadi cerminan bahwa keyakinan adalah persoalan pribadi yang penuh refleksi. Ia telah melalui fase pencarian, penghayatan, dan pada akhirnya menemukan kembali jati dirinya dalam agama yang ia yakini.
Kini, selain dikenang sebagai legenda sepak bola dan Presiden Liberia, Weah juga dikenal sebagai sosok yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antarumat beragama. Ia kerap menyerukan pentingnya kerukunan dan hidup berdampingan dalam damai, baik di negaranya maupun dalam pesan-pesan publik internasional.
George Weah bukan hanya ikon sepak bola, tapi juga simbol perjalanan spiritual yang jujur, terbuka, dan penuh penghormatan pada perbedaan.