Dianggap Menambah Masalah Sampah Plastik, Tanggung Jawab Galon Sekali Pakai Dipertanyakan

Air di dalam kemasan/galon.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Lifestyle – Produksi galon sekali pakai yang kian masif membuat masalah sampah plastik semakin menggunung. Secara matematis, keberadaan galon tersebut bertentangan dengan target 30 persen pengurangan sampah nasional di 2025.

Galon sekali pakai juga dinilai telah melawan semangat anak bangsa untuk terus menjaga dan melestarikan lingkungan. Penggunaan kemasan pangan sekali pakai juga bertentangan dengan gaya hidup 3R (reduce, reuse, recycle) yang sedang gencar digaungkan semua pihak. Yuk, scroll untuk info selengkapnya.

Juru Kampanye Urban Greenpeace, Muharram Atha Rasyadi menyebutkan klaim ramah lingkungan produk galon sekali pakai yang beredar di pasaran hanyalah lelucon. Artinya, galon sekali pakai ramah lingkungan hanya jargon semata.

"Sebenarnya mereka hanya melakukan greenwashing artinya pencitraan bahwa mereka mengeluarkan produk ramah lingkungan,” kata Atha saat bincang-bincang bersama Aliansi Zero Waste Indonesia beberapa waktu lalu. 

Dia menjelaskan, produsen galon sekali pakai hanya membangun citra bahwa produk tersebut aman dan ramah lingkungan. Namun, yang perlu diperhatikan adalah apakah produk tersebut benar-benar telah terserap ke industri daur ulang.

Hal tersebut mendapat sorotan mengingat tingkat daur ulang plastik di Indonesia masih sangat rendah. Mengutip data Sustainable Waste Indonesia (SWI), tingkat daur ulang sampah plastik di Indonesia baru menyentuh angka 7 persen, sedangkan 50 persen di antaranya tidak terkelola dan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). 

Sedangkan Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN KLHK) 2022 mendapati bahwa jumlah timbunan sampah nasional mencapai angka 21,1 juta ton. Angka itu berasal dari 202 kab/kota se-Indonesia.

Dari total produksi sampah nasional tersebut, sebesar 13,9 juta ton atau 65.71 persen dapat terkelola, sedangkan sisanya sebanyak 7,2 juta ton atau 34,29 persen belum terkelola dengan baik.

“Harus ada tanggung jawab dari produsen atas kemasan produk yang dihasilkan yang tidak bisa terurai oleh alam. Ketika produsen mengenalkan produk baru, seharusnya mereka sudah menyiapkan skema ’take back’ dengan kapasitas yang seharusnya sama dengan produk yang dikeluarkan,” tegas Atha.

Temuan sampah plastik di sepanjang aliran Sungai Ciliwung

Photo :
  • Dok. Istimewa

Lautan sampah di aliran sungai mangrove di Bali Selatan tahun 2021

Photo :
  • Instagram Sungai Watch

Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menilai bahwa keberadaan galon sekali pakai berbahaya bagi ekologi. Ecoton beberapa kali menjumpai galon sekali pakai berakhir menjadi sampah yang mengotori sungai.