Gerakan Asal Boikot Dinilai Bisa Timbulkan Fitnah, Pakar: Dalam Islam Tak Boleh Sewenang-wenang
- Al Jazeera
JOMBANG – Ajaran Islam tidak pernah membenarkan umatnya untuk memboikot produk-produk yang hanya disebut-sebut saja terafiliasi dengan Israel tanpa disertai bukti konkret. Sebab, perbuatan seperti itu bisa menjadi fitnah terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
“Dalam Islam itu tidak boleh memutuskan secara sewenang-wenang. Semua harus ada dalil, harus ada hukumnya, harus ada kriterianya, harus ada standarnya,” ujar Halim Mahfudz, Ketua Badan Wakaf Pesantren Tebuireng (BWPT) dan pengasuh Pesantren Salafiyah Seblak, Jombang, baru-baru ini. Scroll untuk info selengkapnya.
Mudaratnya, menurut dia, kalau dalam Islam itu bisa menjadi fitnah dan fitnah itu kejam sekali.
“Dalam Islam berlaku fitnah lebih kejam dari pembunuhan,” ucapnya.
Ilustrasi boikot.
- Pixabay.
Memang, lanjutnya, boikot itu adalah kegiatan sekelompok orang, individu, atau organisasi untuk menarik perhatian masyarakat agar ikut memberikan tekanan kepada Israel untuk menghentikan agresi militernya di Palestina.
“Tapi, tidak harus melakukan boikot terhadap produk-produk yang hanya disebut-sebut saja ada afiliasinya dengan Israel tanpa bukti. Nyatanya, belum ada yang bisa membuktikannya sampai sekarang, termasuk MUI dan Kominfo,” tuturnya.
Itu membuktikan bahwa produk-produk itu terafiliasi dengan Israel, menurut Halim, kriterianya harus jelas. Begitu juga dengan standarnya harus ada yang membuktikan bahwa produk-produk itu mendukung Israel atau tidak.
“Artinya, harus ada pengelompokan semacam itu. Kalau tidak ada, itu sewenang-wenang namanya karena tidak ada dasar yang dipakai, baik dari segi hukum agama maupun hukum negara,” tukasnya.
Akibat tidak ada satu lembaga pun yang memberikan keabsahan bahwa daftar itu adalah daftar yang diduga mendukung Israel, Halim mengatakan yang terjadi adalah isu itu menyebar dengan liar.
“Dari situ, orang menjadi tidak transparan lalu orang menjadi seenaknya sendiri menggolongkan seperti yang saat ini terjadi di masyarakat,” katanya.
Dia melihat aksi boikot terhadap yang disebut-sebut produk-produk terafiliasi Israel saat ini sifatnya hanya emosional semata.
“Jadi, yang terjadi adalah tindakan kesewenang-wenangan untuk memutuskan ini tidak mendukung Palestina atau itu mendukung Palestina karena tidak ada standar, tidak ada kode etiknya,” ujarnya.