Isu Kesehatan 2018, Polemik Halal Vaksin MR Hingga Virus JE

Vaksin Campak dan Rubella (MR).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ampelsa

Mendapat banyak keluhan, BPJS Kesehatan sebagai lembaga nonprofit akhirnya buka suara. Mereka mengaku mengalami kondisi keuangan 'besar pasak daripada tiang'. BPJS menderita defisit alias rugi hingga Rp9,75 triliun sepanjang tahun 2017 lalu. Dengan pendapatan sebesar Rp74,25 triliun yang didapat dari iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), total pengeluarannya justru mencapai Rp84 triliun.

Biang keladinya, karena hitungan iuran dan aktuaria tidak seimbang dengan pengeluaran. Itu yang dikatakan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris pada tahun 2017 lalu. Misal, iuran masyarakat untuk kelas III senilai Rp25.500 per bulan, namun hitungan aktuarianya mencapai Rp53 ribu, sehingga ada selisih kurang sekitar Rp27.500.

Dengan makin bertambahnya jumlah masyarakat yang memanfaatkan BPJS Kesehatan untuk berobat, namun tak diimbangi dengan pertambahan jumlah peserta BPJS maka akumulasi kekurangan tersebut menjadi sangat besar. Untuk mengurangi defisit, akhirnya dikeluarkan tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan (Perdirjampel) terbaru. Menteri Kesehatan Nila Moeloek pun tak menapik bahwa peraturan baru itu dibuat lantaran defisitnya anggaran BPJS Kesehatan.

Regulasi yang dimaksud terkait Penjaminan Pelayanan Katarak, Pelayanan Persalinan dengan Bayi Baru Lahir Sehat dan Pelayanan Rehabilitasi Medik. Namun regulasi itu justru memicu kontroversi di kalangan pemangku kepentingan lantaran dianggap merugikan pasien BPJS.

Banyaknya masalah yang membelit BPJS, membuat banyak pihak yang dirugikan berusaha mencari solusinya. Bahkan, demi menambal defisit anggaran BPJS, pemerintah akhirnya turun tangan. Presiden Jokowi telah menyetujui pencairan dana Rp4,9 triliun untuk membantu BPJS.

Tak hanya itu, Kementerian Keuangan juga menyiapkan sejumlah alternatif pendanaan yang bisa digunakan sepenuhnya untuk menutupi defisit. Adapun defisit anggaran BPJS Kesehatan tahun ini diperkirakan membengkak menjadi Rp11,2 triliun dari Rp9,75 triliun pada tahun lalu.

5. Virus JE

Kemenkes menyesalkan terjadinya kesalahan informasi tentang situasi penyakit japanese encephalitis (JE) di Indonesia khususnya Bali, sebagaimana diberitakan oleh beberapa media asing Australia.

“Tidak benar jika diberitakan terjadi lonjakan kasus atau bahkan outbreak JE di Bali. Sepanjang tahun 2018, hanya ditemukan 1 kasus JE pada bulan Januari tanpa kematian,” kata Direktur Surveilan dan Karantina Kesehatan Vensya Sitohang dikutip dari siaran pers Kemenkes RI, Senin 12 November 2018.