Dihalau dari Negeri Kanguru

Pasukan Australia halau kapal para imigran ilegal dekat Pulau Christmas.
Sumber :
  • REUTERS/Australian Department of Defence
VIVAnews - Sungguh nestapa nasib Yousif Ibrahim. Datang jauh dari negeri Sudan, lalu diborgol di Australia Utara. Di laut lepas. Di laut ganas yang beribu mil jauhnya dari negeri leluhur.  Dihina. Dihajar. Lalu dihalau para tentara Australia. Dan kini dia terdampar pada sebuah penginapan di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Awal Januari 2014 itu, bersama 40 orang lain, Yousif nekat mengarungi laut lepas.  Menuju Australia. Mereka datang ke sana hendak mengadu hidup. Menjauh dari kisruhnya nasib di negeri Sudan. Rombongan ini menyewa kapal dari pesisir selatan Indonesia.

Sukses melewati gulungan gelombang ganas, mereka dihadang keganasan pasukan Australia. Ketika memasuki pesisir utara negeri Kanguru itu, kapal mereka dicegat. Tangan mereka diborgol. Ada pula yang dihajar dengan sepatu. Kepada wartawan dari Channel News Asia, Yousif mengisahkan lara di laut lepas itu.

Dihukum dengan cara yang menyakitkan. Empat imigran yang minta ijin ke toilet dipaksa memegang pipa panas. Bukan hanya melepuh, tangan mereka terbakar. Di laut lepas seperti itu, dahaga tak terkira. Tapi para serdadu itu tak memberi air ketika lidah sudah kelu.  “Mereka memanggil kami secara tidak manusiawi, seperti pengungsi ilegal, monyet dari Afrika," ujar pria berusia 28 tahun itu.

Semula, lanjutnya, kapal yang mereka tumpangi mendarat di sebuah pulau. Mereka merapat sebab empat imigran jatuh ke laut, sesudah kapal kecil itu diamuk badai. Di pulau itulah mereka dikepung pada 19 Desember 2013. Dipaksa kembali ke kapal. Para imigran itu menolak. Dan jawabannya adalah kekerasan.

Salah seorang imigran yang berusaha lari, dipukul dengan sepatu. “Mereka punya pistol dan senjata. Kami takut," kata Yousif dari penginapan di Kupang itu. Sesudah kembali ke kapal, tentara Australia menggiring mereka kembali ke wilayah Indonesia. Empat hari perjalanan. Digiring 3 kapal angkatan laut negeri itu. Mereka tiba di Pulau Rote pada Senin, 6 Januari 2014.

Derita para “manusia perahu” itu dibenarkan oleh Hidayat, seorang polisi di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. "Memang benar ada luka bakar di tangan mereka," katanya.  Kepada kantor berita