Ketika Lanun 'Ketagihan' Menculik WNI

Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Sumber :
  • Jeffry Sudibyo

"Political will adalah masalah yang dihadapi pemerintah Filipina. Walaupun, Presiden Duterte mengatakan Abu Sayyaf bukanlah kelompok kriminal, bukan berarti tidak diberantas," katanya.

Apalagi, saat ini kelompok militan tersebut sudah pecah menjadi beberapa faksi. Untuk itu, pemerintah Filipina harus jeli melihat mana kelompok yang moderat dan garis keras.

"Tentu saja opsi militer akan menjadi pilihan terakhir ketika diplomasi buntu. Tapi, saya melihat tidak semua kelompok akan diperangi," Emil menerangkan.

Baca juga:

Indonesia Terlalu Persuasif?

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, selama ini WNI kerap jadi sasaran penyanderaan para perompak di Perairan Filipina dan Malaysia.

Dia menilai, kondisi itu terjadi karena perompak memandang Indonesia terlalu persuasif dalam upaya pembebasan sandera. Mereka pun kembali menyandera WNI di perairan tersebut hingga keempat kalinya.

"Mungkin kita terlalu persuasif," ujar Gatot, di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Senin, 11 Juli 2016.

Gatot menambahkan, yang dimaksud persuasif yakni tak adanya operasi militer dalam upaya pembebasan sandera sebelumnya. Dengan begitu, para perompak memanfaatkan celah tersebut.

"Kalau ada operasi militer, nggak akan berani itu (perompak). Jadi, saya tekankan bahwa sesuai dengan arahan Presiden, diutamakan keselamatan sandera, tapi tidak menghendaki adanya pembayaran," tutur Gatot.

Berdasarkan keterangan, tiga WNI yang diculik oleh kelompok separatis Filipina yakni Lorence Koten (34) selaku juragan kapal, Teodorus Kopong (42) dan Emanuel (40).

Menurut keterangan majikan kapal, Chia Tong Len, para penculik memilih target warga yang akan disandera, yakni WNI berpaspor Indonesia. Sementara itu, tiga ABK warga Filipina dan satu ABK WNI yang tidak membawa paspor, dilepaskan.

Peristiwa ini menjadi tanda tanya besar bagi publik Indonesia, yang kemudian berkembang menjadi dugaan bahwa WNI menjadi target penyanderaan karena pemerintah Indonesia bersedia membayar uang tebusan untuk membebaskan sandera.

"Saya tekankan bahwa sesuai apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo, yang diutamakan adalah keselamatan sandera. Tetapi, baik kita maupun pemerintah Filipina tidak menghendaki adanya pembayaran (tebusan)," ujar Gatot.