5 Fakta Kasus Pelecehan Berkedok Lowongan Kerja SPG, KemenPPPA Tegaskan Pentingnya Implementasi UU TPKS
- VIVAnews/ Faddy Ravydera
Jakarta, VIVA – Sebuah kasus pelecehan seksual yang menyasar pencari kerja perempuan kembali menggemparkan publik. Kali ini, korban adalah seorang perempuan berinisial MRP yang menjadi sasaran pelecehan melalui modus rekrutmen Sales Promotion Girl (SPG) palsu. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pun angkat bicara dan menekankan urgensi pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Berikut ini adalah rangkuman lengkapnya dalam 5 fakta menarik seperti dilansir Antara, Kamis 19 Juni 2025:
1. Pelecehan Bermula dari Lowongan Kerja Fiktif di Media Sosial
Kasus ini berawal dari informasi lowongan kerja sebagai SPG produk rokok yang disebarluaskan melalui media sosial pada Jumat, 6 Juni 2025. Tanpa rasa curiga, korban MRP mengikuti prosedur yang diminta—termasuk mengirimkan video perkenalan dan body checking dalam balutan pakaian ketat berlengan pendek. Sayangnya, belakangan terungkap bahwa lowongan tersebut fiktif dan hanya digunakan pelaku sebagai alat untuk melakukan pelecehan seksual secara daring.
2. Video Korban Disalahgunakan untuk Pelecehan dan Ancaman
Setelah menerima video korban, pelaku diduga menyalahgunakannya untuk melancarkan tindakan pelecehan seksual dan intimidasi. Modus semacam ini tergolong sebagai bentuk kekerasan seksual berbasis daring, yang belakangan ini kian marak terjadi, terutama menyasar perempuan muda pencari kerja.
Ilustrasi video mesum
- v.qq.com
3. KemenPPPA Gerak Cepat Koordinasi dengan UPTD PPA
Menanggapi kasus ini, Menteri PPPA Arifah Fauzi menegaskan bahwa pihaknya segera melakukan koordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Jawa Barat dan UPTD PPA Kota Sukabumi. Tujuannya adalah memastikan korban memperoleh layanan bantuan yang menyeluruh, baik dari sisi hukum maupun pemulihan psikologis.
UPTD PPA Kota Sukabumi telah melakukan penjangkauan awal dan memberikan dukungan psikologis untuk membantu korban pulih dari trauma yang dialaminya.
4. UU TPKS Jadi Payung Hukum Penting Lindungi Perempuan
Menteri Arifah Fauzi menekankan pentingnya implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sebagai bukti hadirnya negara dalam melindungi korban kekerasan seksual. UU ini mengatur secara komprehensif aspek pencegahan, penanganan, pemulihan korban, perlindungan hak perempuan, serta penegakan hukum terhadap pelaku.
Kasus seperti yang dialami MRP membuktikan bahwa perlindungan perempuan di ruang digital dan dalam proses rekrutmen kerja masih sangat dibutuhkan.
5. Pentingnya Edukasi Masyarakat terhadap Modus Kejahatan Digital
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya edukasi publik untuk mengenali modus-modus kejahatan digital yang makin beragam. Penawaran kerja palsu dengan permintaan pengiriman data pribadi, termasuk video atau foto tubuh, harus diwaspadai sebagai bentuk eksploitasi. Pemerintah dan masyarakat perlu memperkuat literasi digital untuk mencegah korban-korban baru.
Kasus pelecehan seksual yang terjadi melalui modus lowongan kerja palsu menegaskan bahwa perlindungan perempuan harus diperluas ke ranah digital. KemenPPPA berkomitmen menindaklanjuti kasus ini secara serius, sekaligus mengingatkan pentingnya UU TPKS sebagai landasan hukum dalam memberantas tindak kekerasan seksual di Indonesia.