Menilik Paniis, Kampung Wisata nan Asri di Ujung Kulon
- U-Report
Udara sore yang asri dengan khas suasana perkampungan pun menghangatkan kami saat tiba di rumah warga. Untuk rombongan perempuan akan menginap di homestay 3, laki-laki di homestay 2, dan khusus untuk makan akan disediakan di homestay 1.
Asli, di kampung Paniis ini saya mendapatkan pengalaman baru lagi, lagi, dan lagi, pengalaman baru selalu membuat kita merasa bangga. Menginap di rumah warga menjadi salah satu pengalaman menarik yang baru pertama kali saya rasakan. Dengan suasana kental perkampungan, mengingatkan saya dengan kampung halaman.
Saat itu saya menginap di rumah Teh Iteung. Teh iteung sendiri tinggal bersama bapak dan anaknya. Terdapat 2 kamar yang disediakan oleh pemilik rumah untuk saya menginap bersama rombongan. Menunggu sore berganti malam, kami pun berbincang-bincang dengan pemilik rumah.
Di depan rumah tersedia bale, di situlah kita menikmati sore yang sejuk dengan berbincang-bincang seputar Kampung Paniis. Pemilik rumah yang kami tempati begitu ramah dan baik. Mereka pun tak segan-segan untuk menceritakan kenapa rumahnya bisa dijadikan rumah warga oleh Paniis Lestari.
Setelah asyik berbincang-bincang dan sembari menunggu giliran untuk membersihkan diri di kamar mandi, akhirnya sore pun beganti menjadi malam. Rombongan pun harus bersiap-siap menuju home stay 1 untuk makan malam. Makan malam yang disediakan benar-benar khas makanan seperti berada di rumah, pokoknya nyaman dan benar-benar menyenangkan.
Setelah makan selesai, saya dan rombongan pun bergegas untuk pergi ke lapangan yang letaknya dekat dengan saung, di mana saat kita beristirahat tadi sore. Di lapangan milik Kampung Paniis, ternyata sudah disediakan tumpukan kayu-kayu untuk membuat api unggun dan juga tempat untuk rombongan kami melihat pertunjukan dari warga Kampung Paniis.
Sebagai masyarakat yang mata pencahariannya bertani, masyarakat Kampung Paniis ternyata memiliki tradisi unik yang dilakukan saat musim panen tiba. Di mana masyarakat Paniis memiliki suatu seni budaya unik yang selalu dilakukan setiap satu tahun sekali. Seni budaya itu adalah tari Rengkong dan tari Lesung. Tari-tarian inilah yang menjadi pertunjukan menyenangkan bagi saya dan rombongan lainnya di malam itu.
“Tradisi tari Rengkong dan Lesung menjadi salah satu warisan yang sudah secara turun temurun dilakukan di kampung Paniis. Tradisi ini dilakukan untuk menyambut pesta panen tiba dan menjadi tanda bersyukur kepada bumi dan alam, khususnya kepada sang Pencipta saat panen tiba.” ujar Doni, ketua kelompok Paniis Lestari.
Tarian ini menggunakan rengkong, yang mana rengkong itu sendiri adalah sebuah alat yang terbuat dari bambu dengan ukuran panjang mencapai 1,5 meter. Setiap ujung alat ini akan diberi beban berupa padi yang telah dihasilkan dari memanen. Berhubung musim panen belum tiba, para penari pun menggunakan karung yang berisi pasir untuk menggantikan padi.
Bambu dengan ukuran panjang 1,5 meter ini pun dipikul dan digoyang-goyangkan oleh para penarinya. Saat bambu digoyang-goyangkan, maka terciptalah bunyi-bunyian unik yang menjadi salah satu ciri khas tarian tersebut.