Mengenal Gaya Kepemimpinan Visioner Tri Rismaharini

Mensos Tri Rismaharini
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Selama 10 tahun masa jabatannya sebagai wali kota Surabaya, Risma terlihat sangat konsisten dalam menyokong pelayanan publik bagi masyarakatnya. Salah satunya yakni pendidikan.

Sejak terpilihnya Risma sebagai walikota, ia sudah berpegang teguh pada komitmennya untuk tetap memberdayakan dan mengembangkan pendidikan gratis dengan jenjang 12 tahun masa wajib belajar. Keseriusannya dalam mematangkan akses pendidikan di Kota Surabaya membuat pemerintah Kota Surabaya di masa jabatan Risma bersedia mengalokasikan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) sebesar lebih dari 20 persen untuk keperluan pelayanan pendidikan untuk masyarakat.

Selain itu, Risma juga melakukan rehabilitasi gedung-gedung sekolah yang jika dikalkulasi selama 10 tahun masa jabatannya terdapat 1.679 gedung. Tujuan dari rehabilitasi gedung ini tidak lain dan tidak bukan agar terjadi pemerataan mutu pendidikan serta agar letak sekolah tersebut lebih dekat dengan rakyat untuk mengurangi biaya transportasi. Jelas tindakannya ini dinilai sangatlah visioner dengan rencana strategisnya yang mampu mengantisipasi masalah pendidikan di masa yang akan datang. 

Dengan kegigihan seta pencapaian yang telah dicapainya dalam mengemban tanggung jawabnya sebagai wali kota, beliau secara resmi ditunjuk dan diangkat menjadi Menteri Sosial Republik Indonesia dalam Reshuffle Kabinet Indonesia Maju pada tanggal 22 Desember 2020 oleh Presiden Joko Widodo menggantikan Juliari Batubara yang tersangkut kasus korupsi bantuan sosial. 

Namun, dalam melaksanakan tugasnya, walaupun Risma dikenal sebagai pemimpin yang berani dan tegas, tidak sedikit pula yang mengatakan bahwa gaya kepemimpinan Risma terlihat sedikit emosional. Seringkali hal tersebut menimbulkan kritik dari publik dan juga para pejabat tinggi negara lainnya. Pendapat lain mengatakan bahwa intensitas yang tinggi terkait keberadaannya yang seringkali muncul di beberapa media massa membuatnya dinilai menjadi pemimpin yang terlalu mendominasi. 

Gaya blusukan yang melekat pada dirinya seringkali dinilai hanya sebuah pencitraan semata. Menanggapi opini tersebut, Risma tidak sedikitpun mengurangi kinerjanya dalam melayani masyarakat. Keberadaan kritik publik tersebut justru dijadikan sebagai stimulusnya untuk mampu memahami kompleksitas masyarakat yang ia pimpin baik dari kalangan rendah sampai kalangan atas. 

Terlepas dari kekurangannya tersebut, keteladanan Risma sebagai seorang pemimpin patut dijadikan contoh untuk para pemimpin besar lainnya. Risma merupakan salah satu pemimpin yang mampu menjaga independensinya. Hal itu ditunjukkan dengan keberhasilannya untuk mampu lepas dari oligarki politik saat ia menjabat sebagai wali kota Surabaya selama dua periode. 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.