Vaksin Booster Kedua Covid-19 Inkonstitusional

Edi Gustia Bahri, S.H.
Sumber :
  • vstory

Pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa: ”Negara menjamin kekebasan tiap-tiap warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing”, selanjutnya ketentuan Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menegaskan bahwa: ”Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai hati nuraninya.

Hal serupa juga dipertegas dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM mengatur tentang hak atas kebebasan beragama dan beribadah sebagai berikut:
(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Bahwa selain itu, Jaminan atas kebebasan beragama dan beribadah warga negara juga diatur dalam International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) yang telah diratifikasi menjadi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.

Ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-undang ini menyatakan bahwa: “Setiap negara berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan aama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan dan pengajaran”.

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan di atas, dapat disimpulkan bahwa hak kebebasan beragama dan beribadah merupakan salah satu hak yang bersifat non-derogable, artinya tidak dapat dikurang- kurangi pemenuhannya oleh negara dalam kondisi apapun. Norma-norma tersebut jelas dan tegas membebankan kewajiban kepada Negara agar menjamin penghormatan dan perlindungan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah tersebut.

Yang paling utama yang harus dijamin dan dilindungi oleh Negara adalah kebebasan internal (internal freedom) dari agama, yaitu menyangkut keyakinan terhadap doktrin atau aqidah suatu agama. Kebebasan inilah yang tidak dapat diintervensi oleh Negara dengan tanpa syarat.

Meskipun Mahkamah Agung telah menafsirkan melalui Putusan Nomor 31P/HUM/2022 Tanggal 14 April 2022 yang secara jelas menyatakan bahwa Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis Vaksin Covid-19 yang dipergunakan untuk pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di wilayah Indonesia, akan tetapi Pemerintah (Menteri Kesehatan, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan/ BPOM) hingga saat ini mengindahkan Putusan MA tersebut, bahkan tindakan Menteri Kesehatan dan Jajarannya sungguh sangat disayangkan dengan tanpa henti terus menerbitkan Kebijakan-kebijakan yang bertentangan pasca keluarnya Putusan MA Nomor 31P/HUM/2022 dimaksud, di mana diantaranya adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/1149/2022 Tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan tanpa terkecuali Surat Edaran Nomor: HK.02.02/C/3615/2022 Tentang Vaksinasi Covid-19 Booster Ke-2 Bagi Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.