Kenaikan Harga BBM Berdampak Buruk kepada Penduduk Miskin

SPBU
Sumber :
  • vstory

“Mengapa inflasi 2013-2014 lebih rendah dibandingkan 2005”? Karena selama 2013-2014, kebijakan bantuan sosial mulai tertata bagus, sehingga inflasi bisa ditekan. Sedangkan untuk kelas menengah dan rentan diberikan bansos yang langsung ke penerima manfaat, sehingga inflasi tidak terlalu tinggi.

Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman tersebut, Pak Margo meminta pemerintah mengendalikan harga energi, karena hal ini akan tertransmisikan ke tingkat inflasi. Selain itu, kenaikan BBM menurunkan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tahun berikutnya.

Menurut BPS, 56 ?ri total pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini disumbang oleh konsumsi rumah tangga. Jika terjadi inflasi tinggi tentu akan menggerus pengeluaran rumah tangga. Pada tahun 2006, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 3,2%, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tumbuh 4%. Kemudian pada 2013, 2014, dan 2015, pertumbuhan konsumsi rumah tangga masing-masing 5,43%, 5,15?n 4,96%.

Pak Margo menyatakan bahwa kondisi saat ini, pertumbuhan ekonomi cukup baik dan angka kemiskinan mampu ditekan di bawah 1 digit (single digit). Namun, jangan sampai terjadi salah kebijakan sehingga pemerintah tidak bisa mengendalikan harga di masing-masing daerah yang bisa berdampak pada peningkatan angka kemiskinan dan memberikan efek sosial secara luas.

Jadi penting mengendalikan harga energi menjadi catatan penting supaya tidak memberikan impact kepada inflasi. Untuk itu Mendagri meminta kepala daerah ikut mengendalikan inflasi di daerah masing-masing. Mengefektifkan dan mengefiensienkan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang beranggotakan dinas/instansi daerah agar bisa memberikan early warning ke kepala daerah apabila terjadi kenaikan harga yang di luar kewajaran yang berdampak kenaikan inflasi. Sehingga daerah dengan cepat merespon dengan tindakan misalnya dengan menggelar operasi pasar dll.

Terjadinya inflasi karena dampak kenaikan harga BBM baru akan terlaporkan pada Berita Resmi Statistik (BRS) bulan berikutnya. Dari BRS 1 September 2022 terlaporkan, ternyata Kota Yogyakarta pada bulan Agustus 2022 mengalami deflasi  0,12 persen.

Andil terbesar yang mendorong terjadinya deflasi adalah bawang merah yang turun sebesar 34,63 persen. Tingkat inflasi kalender (Agustus 2022 terhadap Desember 2021) sebesar 4,24 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Agustus 2022 terhadap Agustus 2021) sebesar 5,52 persen .

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.