Pencalonan Erick Thohir dan Zainuddin Amali Dijadikan Game Zone Politik di PSSI
- vstory
VIVA – Serangan terhadap Menpora Zainuddin Amali yang mendapat dukungan voters untuk maju sebagai pengurus di PSSI bersama Menteri BUMN Erick Thohir adalah game zone politik yang dibawa ke PSSI.
Hal ini bukan yang aneh dan baru, mengingat sepakbola adalah olahraga yang memberikan vibe emosional paling kuat di masyarakat selain ikatan antara tim dan pendukungnya yang potensial dikonversi sebagai dukungan politik. Kita tentu tidak perlu kaget karena ini juga merupakan bagian dari dinamika.
Bila kita evaluasi maka beberapa kritik terhadap munculnya nama Bang ZA -nama panggilan Zainuddin Amali-.
Pertama datang dari pihak yang menyayangkan dan meminta ZA lebih fokus pada tugasnya sebagai Menpora. Alasannya adalah banyaknya tugas-tugas kementerian baik penyusunan kebijakan, administratif dan teknis yang akan menimbulkan gagal fokus dalam penyelesaian masalah di tubuh PSSI dan persepakbolaan nasional kita. Ini adalah alasan normatif yang dapat diterima.
Kedua adanya pihak yang menyayangkan secara etis. Zainuddin adalah tokoh publik senior dan Menpora yang kurang pantas menjadi ketua apalagi wakil ketua umum salah satu cabang olahraga (cabor). Ia memiliki peran yang jauh lebih penting sebagai pembina banyak organisasi kepemudaan dan cabor bila tetap sebagai Menpora. Ini juga bukan alasan yang salah.
Ketiga, Zainuddin adalah salah dari dua menteri yang turun dalam pertarungan ketum dan waketum PSSI bersama Erick Thohir. Tentu saja ini akan memunculkan dua pendapat berseberangan yang berbau politik;
Yang pertama, kecurigaan dari beberapa pihak bahwa majunya kedua Menteri Jokowi ini merupakan bagian dari game zone politik menjelang pemilu. Baik Zainudin Amali dan Erick Thohir dinilai berpotensi memanfaatkan posisinya nanti di PSSI sebagai alat vote getter baik bagi kepentingan pribadi dan kandidat capres pilpres 2024 ke depan. Artinya persoalan ini menjadi persoalan kompetisi politik.
Kedua, pendapat sebaliknya yang merupakan ekspektasi masyarakat persepakbolaan nasional kepada pemerintah agar secara serius membenahi terutama pasca tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan jiwa. Tragedi Kanjuruhan ini merupakan titik nadir dari kesabaran masyarakat yang telah cukup bersabar melihat kondisi persepakbolaan kita hari ini.