Dharmapala Nusantara Tolak Pemasangan Stairlift di Candi Borobudur
- istimewa
Jakarta, VIVA – Kami, DHARMAPALA NUSANTARA - FORUM AKTIVIS BUDDHIS BERSATU, beserta segenap elemen masyarakat yang menaruh kepedulian mendalam terhadap kelestarian dan martabat Candi Borobudur sebagai Warisan Budaya Dunia yang tak ternilai, menyampaikan pernyataan sikap ini sebagai respons atas berita dan klarifikasi resmi Istana Kepresidenan maupun Kementerian Kebudayaan terkait rencana pemasangan STAIRLIFT/CHAIRLIFT (kursi tangga) pada struktur Candi Borobudur.
Meskipun kami mencatat adanya klarifikasi Menteri Kebudayaan bahwa instalasi yang dimaksud bukanlah eskalator masif, melainkan stairlift yang diklaim bersifat non-permanen dan tidak merusak, kami tetap memandang rencana ini dengan kekhawatiran dan sejumlah pertanyaan kritis yang mendasar. Alasan peningkatan aksesibilitas, termasuk untuk kunjungan kenegaraan yang bersifat insidental, hemat kami, tidak serta-merta dapat menjustifikasi intervensi fisik, sekecil apapun klaimnya pada mahakarya adiluhung yang telah bertahan melintasi zaman ini.
Bahwa Candi Borobudur bukan sekedar monumen atau benda purbakala, Candi Borobudur adalah monumen hidup yang memberikan pesan moral dan kebijaksaan bagi siapa saja yang mengunjunginya, untuk mendapatkan pengalaman dan pesan yang disampaikan oleh Candi Borobudur, setiap pengunjung hendaknya melakukan pradaksina/mengelilingi Candi Borobudur di setiap tingkatannya sebab di sana ada relif-relif yang menyimpan pesan moral, spiritual dan kebijaksanaan yang universal dan sangat bermanfaat bagi umat manusia.
Jika mengunjungi Candi Borobudur dengan langsung menaiki puncaknya, seseorang tidak akan memperoleh manfaat apapun kecuali melihat pemandangan, sebab cerita-cerita moral yang terpahat dalam dinding-dinding Candi Borobudur tidak ia dapatkan, dengan demikian tujuan mengunjungi Candi Borobudur hanya sebatas wisata biasa.
Pertama, mengenai Otentisitas dan Integritas Fisik Candi Borobudur.
Candi Borobudur adalah monumen sakral yang keagungan dan nilai universalnya terletak pada keaslian material, desain, teknik pengerjaan, serta lanskap visualnya yang harmonis. Pemasangan instalasi modern, sekalipun diklaim "ringan" dan "tidak menembus batu", secara inheren akan mengintroduksi elemen asing yang berpotensi mengganggu otentisitas visual dan pengalaman spiritual pengunjung.
Apakah klaim "tidak merusak" telah melalui uji tuntas independen dan transparan yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, khususnya terkait dampak getaran mikro, tekanan, atau perubahan kondisi permukaan batu akibat kontak jangka panjang, sekalipun temporer?
Kedua, ironi terhadap upaya konservasi yang selama ini telah berjalan.
Masyarakat memahami dan mendukung kebijakan ketat seperti kewajiban penggunaan sandal khusus (upanat) oleh pengunjung demi melindungi setiap jengkal batuan candid dari abrasi. Kebijakan ini menunjukkan betapa rapuhnya material candi dan betapa seriusnya kita dalam upaya pelestariannya.
Lantas, bagaimana kita dapat menerima instalasi mekanis seperti stairlift—yang secara bobot dan potensi gesekan jelas jauh melampaui dampak alas kaki—dipasang pada struktur yang sama rapuhnya? Ini adalah sebuah kontradiksi yang patut dipertanyakan secara mendalam. Bukankah ini sebuah langkah mundur dari semangat konservasi yang telah dibangun?
Ketiga, urgensi dan proporsionalitas intervensi.
Selama berpuluh-puluh tahun, masyarakat, termasuk lansia dan mereka yang memiliki keterbatasan fisik, telah mengunjungi Borobudur dan menerima kondisinya apa adanya. Banyak yang memilih untuk tidak memaksakan diri naik ke tingkat atas demi menghormati keterbatasan fisik pribadi maupun integritas candi. Apakah memang ada desakan publik yang masif dan mendesak untuk fasilitas semacam ini, ataukah ini lebih didorong oleh kebutuhan pragmatis jangka pendek yang mengorbankan prinsip pelestarian jangka panjang?
Keempat, preseden dan dampak visual jangka panjang.
Kami menolak dengan tegas wacana pemasangan stairlift secara permanen. Instalasi tersebut, bahkan jika hanya sementara, akan mencemari visual autentik Candi Borobudur dan berpotensi membuka preseden bagi intervensi-intervensi teknologi lainnya di masa depan. Candi Borobudur bukanlah taman hiburan yang dapat ditambahi fasilitas artifisial demi kenyamanan sesaat. Kesakralan dan kemegahannya justru terpancar dari keaslian dan kesederhanaan aksesnya yang menuntut penghormatan.
Kelima, alternatif solusi yang lebih visioner dan non-invasif.
Kami mendukung penuh saran untuk mengembangkan teknologi Virtual Reality (VR) atau Augmented Reality (AR) tiga dimensi (3D) sebagai sarana alternatif bagi mereka yang tidak mampu secara fisik untuk naik dan menjelajahi setiap detail candi. Teknologi ini tidak hanya bersifat non-invasif dan tidak menambah beban fisik pada struktur candi, tetapi juga mampu memberikan pengalaman yang kaya dan edukatif, bahkan menjangkau audiens global yang lebih luas. Mengapa kita tidak memprioritaskan investasi pada solusi cerdas semacam ini ketimbang mengambil risiko dengan instalasi fisik?
Berdasarkan poin-poin di atas, kami menyampaikan tuntutan dan seruan sebagai berikut:
Kepada Istana Kepresidenan dan Kementerian Kebudayaan:
1.Meninjau ulang secara kritis dan komprehensif urgensi serta dampak pemasangan stairlift di Candi Borobudur, dengan memprioritaskan prinsip kelestarian otentisitas dan integritas cagar budaya di atas pertimbangan pragmatis lainnya.
2.Memastikan bahwa pemasangan stairlift (jika tetap dipaksakan karena alasan kenegaraan yang sangat mendesak) bersifat benar-benar temporer, dengan batas waktu penggunaan yang jelas dan segera dibongkar total tanpa meninggalkan jejak sedikitpun setelah tujuan insidentalnya tercapai.
3.Menolak setiap usulan untuk menjadikan stairlift sebagai fasilitas permanen di Candi Borobudur.
4.Mengalokasikan sumber daya untuk pengembangan teknologi alternatif non-invasif (seperti VR/AR) sebagai solusi jangka panjang untuk aksesibilitas dan edukasi.
5.Menjamin transparansi penuh dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait Candi Borobudur, termasuk mempublikasikan hasil kajian dampak cagar budaya (Heritage Impact Assessment) yang independen dan kredibel sebelum tindakan apapun dilakukan.
Kepada Balai Konservasi Borobudur (BKB):
1.Melaksanakan fungsi pengawasan melekat dengan integritas tertinggi dan independensi penuh selama proses perencanaan, pemasangan, operasional (jika ada), dan pembongkaran stairlift.
2.Memastikan bahwa setiap klaim "tidak merusak", "tidak menembus batu", dan "non-permanen" benar-benar terwujud di lapangan dan dapat dibuktikan secara ilmiah.
3.Berani menolak atau menghentikan proses jika ditemukan adanya potensi sekecil apapun yang dapat merugikan struktur, estetika, dan nilai otentisitas Candi Borobudur.
4.Menyampaikan laporan pengawasan secara berkala dan terbuka kepada publik.
Kepada Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan Ratu Boko dan PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Injourney):
Mendesak Injourney sebagai entitas pengelola dan holding BUMN pariwisata yang bertanggung jawab atas operasional dan pengembangan kawasan Candi Borobudur, untuk:
1.Akuntabilitas terhadap Standar Internasional Pengelolaan Situs Warisan Dunia:
○Mempublikasikan hasil konsultasi atau tinjauan (jika ada) dengan komite atau ahli warisan budaya UNESCO sebelum rencana pemasangan stairlift ini diputuskan.
○Memberikan jaminan bahwa setiap keputusan terkait pengembangan fasilitas di Candi Borobudur akan selalu merujuk dan mematuhi Operational Guidelines for the Implementation of the World Heritage Convention.
2.Prioritas pada Inovasi Non-Invasif dan Edukasi Publik:
○Mengalihkan fokus dan sumber daya secara signifikan untuk mempercepat pengembangan dan implementasi teknologi seperti Virtual Reality (VR), Augmented Reality (AR), dan Pusat Interpretasi Digital yang canggih sebagai solusi utama untuk aksesibilitas dan pengalaman mendalam bagi pengunjung yang memiliki keterbatasan fisik, alih-alih melakukan intervensi fisik pada struktur candi.
○Meningkatkan upaya edukasi kepada publik dan calon pengunjung mengenai nilai-nilai universal Candi Borobudur, tantangan pelestariannya, dan pentingnya menghormati batasan fisik candi, sehingga terbangun kesadaran kolektif untuk menjaga warisan ini.
3.Keterbukaan terhadap Dialog dan Partisipasi Publik yang Bermakna:
○Membuka ruang dialog yang konstruktif dan berkelanjutan dengan organisasi masyarakat sipil, komunitas Buddhis, akademisi, dan pakar cagar budaya untuk membahas secara komprehensif setiap rencana pengembangan atau intervensi di Candi Borobudur.
○Menjadikan masukan dari berbagai elemen masyarakat sebagai pertimbangan serius dalam setiap proses pengambilan keputusan, bukan hanya sebagai formalitas.
4.Dasar Hukum Pengelolaan Candi Borobudur sebagai Cagar Budaya dan warisan Budaya Dunia:
oPemasangan stairlift/chairlift secara permanent bertentangan dengan undang-undang No.11Tahun 2010 tentang Cagar Budaya sebagaimana yang tercantum dalam pasal 58 ayat (1) huruf a mengenai penyelamatan Cagar Budaya yang berbunyi;
“Mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya;”
oKemudian dalam Pasal 66 Ayat (1) “Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan atau dari letak asal”;
oAdapun unsur Pidananya tercantum dalam ketentuan Pasal 105 undang-undang No.11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya yang berbunyi;
“Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 66 Ayat (1) di pidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau dendan paling sedikit Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,- (Lima miliar rupiah);
oSelain itu pemasangan Stairlift/Chairlift harus sesuai dengan peraturan Presiden No.101 Tahun 2024 tentang Tata Kelola Kompleks Candi Borobudur sebagaimana yang tercantum dalam pasal 4 ayat (1) yang berbunyi: “ Zona satu sebagaimana yang termaasuk dalam pasal 3 ayat (2) huruf a merupakan Kawasan Cagar Budaya yang dapat dimanfaat dengan mengutamakan kegiatan kebudayaan dan keagamaan sesuai dengan ketentuan pemanfaatan ruang dalam peraturan perundang-undangan di bidang rencana tata ruang kawasan strategis nasional borobudur.
oSelanjutnya didalam pasal 16 ayat (2) huruf a dalam peraturan presiden No.101 Tahun 2024 Tentang Tata Kelola Kompleks Candi Borobudur yang Dimana PT.Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko (PT.TWC) memiliki kewajiban menjaga dan melestarikan nilai-nilai universal luar biasa Candi Borobudur.
Candi Borobudur adalah amanah sejarah dan peradaban yang harus kita jaga bersama untuk generasi mendatang, bukan objek yang dapat dieksploitasi demi kepentingan sesaat. Setiap upaya modernisasi atau penambahan fasilitas harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan imperatif dalam pelestarian warisan luhur ini.