Akuisisi Sharp oleh Foxconn Sah dan Bebas Monopoli
- Foxconn
VIVA.co.id – Akuisisi 66 persen saham Sharp oleh Foxconn dinyatakan sah dan bebas dari masalah antitrust (monopoli).
Hal tersebut dikatakan Kementerian Investasi Taiwan setelah mengevaluasi investasi inbound (investasi dari luar negeri) dan outbond (investasi dari dalam negeri) terhadap kedua perusahaan tersebut.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Rabu, 8 Juni 2016, akuisisi tersebut disadari bukan perkara mudah. Nilai akuisisi yang besar, serta arah industri yang bisa berubah membuat pemerintah harus ikut campur, untuk mencegah terjadinya monopoli pasar.
Fair Trade Commission Taiwan juga mengatakan, proses akuisisi 66 persen saham Sharp ini bebas dari masalah antitrust (monopoli). Sehingga seluruh proses selanjutnya sudah bisa dilakukan.
Sharp yang didirikann pada 1912, merupakan salah satu perusahaan teknologi tertua di Jepang. Para pejabat Jepang sebenarnya tidak ingin Sharp jatuh ke tangan asing, karena perusahaan ini punya teknologi panel layar berkualitas tinggi.
Namun, akhirnya Sharp memilih Foxconn setelah menolak tawaran akuisisi dari konsorsium perusahaan teknologi yang didukung oleh pemerintah dan investor Jepang
Akuisisi yang dilakukan terhadap Sharp pada Maret lalu senilai US$3,5 miliar atau sekitar Rp46 triliun untuk dua pertiga saham tak lepas dari upaya Foxconn untuk semakin memperkuat pengaruhnya di sektor manufaktur. Karena akan memberikan kesempatan untuk menguasai teknologi layar besutan Sharp yang dikenal berkualitas tinggi. Terlebih, Sharp memiliki beberapa paten kunci berhubungan dengan layar yang akan dimanfaatkan Foxconn saat memperluas bisnis panel layarnya.
Akusisi Nokia
Setelah akuisisi Sharp, pada pertengahan Mei 2016, Foxconn melalui anak perusahaannya FIH Mobile, membeli bisnis ponsel fitur Nokia dari Microsoft. Nilai transaksi pembelian ini mencapai US$350 juta atau sekitar Rp4,6 triliun. Lewat pembelian ini, 4.500 karyawan Microsoft divisi ponsel fitur akan dipindahkan ke FIH Mobile.
Tak hanya itu, Microsoft juga menyerahkan nama Nokia termasuk software feature phone, layanan, kontrak serta perjanjian lainnya ke anak perusahaan Foxconn tersebut.
Nokia direncanakan akan digunakan sebagai merek untuk perusahaan baru yang diberi nama HMD global. Perusahaan tersebut akan memproduksi serta menjual smartphone dan tablet Android.