2 WN Malaysia yang Terlibat Aksi Jihad, Mengaku Dalang dari Bom Bali

Ilustrasi penangkapan teroris
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Guantanamo – Dua warga Malaysia yang ditahan di Teluk Guantanamo, pada Selasa, 16 Januari 2024, mengaku dalang atas pemboman di sebuah klub malam pada bulan Oktober 2002, di pulau resor Bali, Indonesia, yang menewaskan lebih dari 200 orang. Pengakuan itu adalah langkah pertama setelah kedua pria tersebut, Mohammed Farik Bin Amin, 48, dan Mohammed Nazir Bin Lep, 47, ditangkap pada 18 tahun silam di Thailand.

Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk Ditutup Jumat Jam 5 Sore Jelang Nyepi, Dibuka Kembali 30 Maret

Melansir dari The New York Times, Rabu, 17 Januari 2024, hukuman dijadwalkan pada minggu depan. Pengakuan keduanya juga dipandang sebagai terobosan bagi jaksa komisi militer, yang telah mencari kesepakatan untuk menyelesaikan kasus-kasus lama terhadap mantan anggota CIA.

Tragedi penabrakan menara kembar WTC 11 September 2001.

Photo :
  • REUTER/STR New

Sensasi Sahur Pakai Sambal Bongkot Dijamin Nafsu Makan Menggebu, Intip Resepnya

Pembicaraan serupa dengan para tersangka yang merencanakan serangan 11 September 2001, berakhir tahun lalu setelah pemerintahan Biden menolak mempertimbangkan layanan kesehatan dan kondisi kurungan yang diminta oleh para tahanan.

Diketahui, kedua terdakwa ditahan selama bertahun-tahun di jaringan penjara rahasia luar negeri CIA.

Enggan Bayar Tagihan, Segerombolan Bule Bentrok dengan Sekuriti di Finns Beach Club Bali

Mereka dipindahkan ke Teluk Guantanamo pada tahun 2006 untuk diadili di pengadilan khusus keamanan nasional yang dibentuk oleh Presiden George W. Bush setelah serangan 11 September.

Saat berada dalam tahanan lembaga tersebut, menurut pengacara mereka, mereka disiksa, bersama dengan tersangka pemimpin kelompok mereka Encep Nurjaman, seorang tahanan Indonesia yang dikenal sebagai Hambali.

Saat mengaku bersalah, Farik dan Nazir setuju untuk bersaksi melawan Hambali, mantan pemimpin gerakan Jemaah Islamiyah, afiliasi Al Qaeda di Asia Tenggara.

Tuduhan tersebut menjadikan mereka sebagai letnan atau prajurit Hambali yang direkrutnya untuk mengambil bagian dalam aksi bom bunuh diri yang tidak pernah disadari terhadap sasaran-sasaran AS.

Tergantung pada kesaksian yang mereka berikan, jaksa penuntut mungkin tidak perlu menggunakan pernyataan yang dibuat oleh Hambali setelah dia disiksa oleh C.I.A.

Kedua tahanan mengenakan tunik dan celana panjang tradisional ke pengadilan dan sebagian besar duduk diam di pengadilan mendengarkan persidangan melalui terjemahan bahasa Melayu.  Pengacara mereka mengajukan pengakuan bersalah atas nama mereka.

Tidak ada satupun yang ada dalam permohonan tersebut yang berkaitan dengan pemboman mobil di sebuah hotel Marriott di Jakarta pada bulan Agustus 2003 yang menewaskan 11 orang, yang merupakan tuduhan awal bagi mereka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya