Presiden Yoon Suk Yeol Minta Maaf atas Darurat Militer, Nasibnya di Tangan Mahkamah

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol
Sumber :
  • Im Hun-jung/Yonhap via AP

Korea Selatan, VIVA – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol yang saat ini ditahan dalam proses pemakzulannya memberikan pembelaan terhadap keputusannya menerapkan darurat militer dalam sidang terakhir di Mahkamah Konstitusi pada Selasa, 25 Februari 2025.

Siap-siap, Bakal Ada Mobil Nasional 'Rasa' Korsel di RI

Dalam pernyataan penutupnya, Yoon menegaskan bahwa langkah tersebut diambil demi kepentingan negara dan sebagian besar tujuannya telah tercapai.

Dalam sidang yang berlangsung di ibu kota Seoul, Yoon berbicara selama 40 menit di hadapan delapan hakim Mahkamah Konstitusi. Ia menyampaikan niatnya untuk mengupayakan amandemen konstitusi jika dirinya dikembalikan ke jabatannya. 

Partai Berkuasa Korsel Ganti Capres dari Kim Moon-soo ke Han Duck-soo

Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol

Photo :
  • AP Photo

Kantor berita Yonhap melaporkan bahwa Yoon berkomitmen untuk memperbaiki sistem politik Korea Selatan yang saat ini masih didasarkan pada amandemen tahun 1987 yang memperkenalkan pemilihan presiden secara langsung.

Aktor Tertua Korea Tetap Semangat di Usia 91, Tapi Kabar Kesehatannya Bikin Fans Auto Sedih!

"Saat saya kembali bekerja, saya akan fokus pada amandemen konstitusi dan tidak akan berkutat pada sisa masa jabatan saya," ujar Yoon dalam pernyataannya, dilansir dari Anadolu Ajansi.

Selain itu, Yoon juga menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas kebijakan darurat militer yang ia terapkan. 

“Darurat militer ini saya berlakukan demi negara dan rakyat, namun saya dengan tulus meminta maaf karena kebijakan tersebut menyebabkan kebingungan dan ketidaknyamanan bagi masyarakat,” katanya.

Tim pengacara Yoon turut memberikan pernyataan penutup mereka dalam persidangan. Salah satu pengacara dari delegasi presiden, Lee Dong-chan, menyebut bahwa keputusan Yoon untuk memberlakukan darurat militer adalah tindakan yang tidak dapat dihindari. 

Menurutnya, keputusan tersebut diambil sebagai respons terhadap kemarahan partai oposisi yang dinilai mengancam stabilitas negara.

Di sisi lain, Majelis Nasional Korea Selatan yang bertindak sebagai pihak penuntut dalam kasus ini menegaskan bahwa Yoon harus diberhentikan dari jabatannya. Dalam argumen terakhirnya, mereka menuduh Yoon melanggar Konstitusi dan hukum negara karena memberlakukan darurat militer tanpa adanya situasi darurat nasional yang sah. 

Mereka juga menyebut bahwa Yoon mengabaikan prosedur yang seharusnya dilakukan sebelum memberlakukan kebijakan tersebut.

Majelis Nasional sebelumnya telah mengajukan mosi pemakzulan terhadap Yoon pada 14 Desember. Dalam sidang pemungutan suara, mayoritas anggota parlemen menyetujui pemakzulan tersebut yang menyebabkan Yoon otomatis diberhentikan sementara dari jabatannya hingga Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan final.

Berdasarkan aturan yang berlaku, Mahkamah Konstitusi memiliki waktu maksimal 180 hari sejak pemakzulan diajukan oleh Majelis Nasional untuk mengambil keputusan akhir. Pengadilan diperkirakan akan mengumumkan putusan mereka pada pertengahan Maret.

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol memberikan pernyataan terkait Itaewon

Photo :
  • Sun Myung-geon/Yonhap via AP

Jika enam dari delapan hakim Mahkamah Konstitusi menyetujui pemakzulan Yoon, maka ia akan resmi diberhentikan dari jabatannya. Dalam situasi ini, Korea Selatan harus menggelar pemilihan presiden dadakan dalam waktu 60 hari setelah keputusan dikeluarkan.

Namun jika setidaknya tiga dari delapan hakim menolak pemakzulan tersebut, maka Yoon akan segera dikembalikan ke jabatannya dan melanjutkan sisa masa pemerintahannya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya