Sosok Sushila Karki, PM Nepal Perempuan Pertama Pilihan GenZ yang Antikorupsi
- ANI
Kathmandu, VIVA – Mantan Ketua Mahkamah Agung, Sushila Karki dilantik sebagai Perdana Menteri sementara pada Jumat malam, 12 September 2025, dan menjadikannya perempuan pertama yang memimpin negara tersebut.
Karki, 73 tahun, dilantik oleh Presiden Ramchandra Paudel yang juga membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan tersebut dibubarkan efektif mulai pukul 23.00 pada tanggal 12 September 2025, menurut pemberitahuan yang dikeluarkan oleh Kantor Presiden.
Presiden juga telah menetapkan 21 Maret 2026 sebagai tanggal penyelenggaraan pemilihan umum legislatif baru, demikian bunyi pemberitahuan tersebut.
Karki dilantik setelah tiga hari setelah K.P. Sharma Oli mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri, menyusul kerusuhan terburuk yang dialami negara Himalaya tersebut dalam beberapa dekade akibat agitasi nasional yang dipicu oleh larangan media sosial.
Sushila Karki (kanan) dilantik sebagai Perdana Menteri sementara Nepal
- Ist
Karki mengambil sumpah jabatan dan kerahasiaan dari Presiden sesuai dengan Pasal 80 Konstitusi Nepal.
“Selamat yang sebesar-besarnya, Anda akan berhasil menyelamatkan negara,” ujar Presiden memberikan ucapan selamat segera setelah upacara pelantikan dilansir Indian Express, Senin, 15 September 2025.
Upacara pelantikan perdana menteri baru dihadiri oleh kepala hakim agung Nepal, pejabat senior pemerintah, kepala keamanan, dan anggota komunitas diplomatik.
Mantan Perdana Menteri Baburam Bhattarai adalah satu-satunya mantan Perdana Menteri yang hadir dalam upacara pelantikan.
Segera setelah berita pengangkatan Karki tersebar, para pemuda dari kelompok Gen Z merayakan kemenangan di luar kantor presiden di Sheetalniwas, Maharajgunj, Kathmandu.
Media sosial dipenuhi dengan unggahan seperti “selamat kepada perdana menteri perempuan pertama,” “Semoga sukses, selamatkan, dan bangun negara.” “Terima kasih kepada Gen Z, yang telah mewujudkan ini.”
"Ya, ini rumahku, kampusku, kini negaraku juga akan berjalan dengan cinta, pengorbanan, dan kasih sayang seorang ibu," tulis seorang gadis dalam status Facebook-nya, mengungkapkan kebahagiaannya atas penunjukan Perdana Menteri perempuan pertama.
Siapa Karki?
Karki terpilih untuk memimpin pemerintahan sementara setelah pertemuan antara Presiden Paudel, petinggi militer Nepal, dan para demonstran muda, yang mempelopori protes anti-pemerintah. Para demonstran mengusulkan Karki untuk menjabat perdana menteri Nepal.
Karki dikenal merupakan tokoh antikorupsi dan membangun reputasinya sebagai sosok yang menantang kemapanan politik.
Dua partai berkuasa di Nepal mencoba memakzulkannya setelah ia memutuskan untuk mencabut penunjukan Inspektur Jenderal Polisi yang baru oleh pemerintah. Upaya tersebut, yang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa disebut "bermotif politik", dibatalkan setelah mendapat tekanan publik.
Ketua Mahkamah Agung yang menggantikannya, Gopal Parajuli, dipecat pada tahun 2018 setelah dituduh memalsukan tanggal lahirnya, sebuah tuduhan yang dibantahnya.
Karki mengatakan saat itu bahwa selama masa jabatannya, ia telah mewajibkan para hakim untuk menyerahkan catatan akademik mereka guna mencegah hakim memperpanjang masa jabatan mereka secara ilegal setelah usia pensiun yang diwajibkan, yaitu 65 tahun.
Ia juga mengkampanyekan hak-hak perempuan dan menjadi inspirasi bagi para pengacara dan hakim perempuan muda.
“Sebagai seseorang yang selalu ingin melihat seorang pemimpin perempuan memimpin negara, ini sangat menggembirakan,” kata Prashamsa Subedi, seorang mahasiswa hukum berusia 23 tahun di Kathmandu. Subedi termasuk di antara para pengorganisir gerakan yang berbicara dengan Karki untuk memintanya maju sebagai perdana menteri sementara.
Banyak warga Nepal, terutama yang aktif dalam gerakan protes Gen Z, mengeluh bahwa segelintir elit Nepal sibuk mengumpulkan kekayaan dan keuntungan bagi anak-anak mereka.
Karki mengatakan kepada sebuah saluran berita India bahwa ia akan menerima posisi tersebut karena "anak-anak laki-laki dan perempuan itu, mereka meminta saya, mereka meminta saya."
Karki akan membentuk Kabinet dan pada akhirnya akan mengadakan pemilihan umum "kemungkinan besar setelah enam, tujuh, delapan bulan," kata Sunil Bahadur Thapa, penasihat presiden yang mengumumkan pengangkatannya.
Demo GenZ Pecah
Protes dimulai pada hari Senin, 8 September 2025, di Kathmandu dan wilayah lain di negara itu dan berkembang pesat. Di ibu kota, para pengunjuk rasa menuduh polisi menembaki kerumunan demonstran muda yang berjalan menuju kompleks parlemen dan memblokir jalan raya.
Setelah seharian bentrokan mematikan, pemerintah mencabut larangan media sosial pada hari Selasa yang telah memicu kemarahan publik. Namun langkah itu tidak banyak meredakan kerusuhan. Pada hari Selasa, perdana menteri dan empat menteri lainnya telah mengundurkan diri. Malam itu, tentara Nepal mengambil alih jalan-jalan pada pukul 22.00.
Larangan media sosial memicu aksi protes. Pekan lalu, otoritas Nepal melarang 26 platform media sosial, termasuk WhatsApp, Facebook, Instagram, dan WeChat, setelah tenggat waktu bagi perusahaan-perusahaan tersebut untuk memenuhi persyaratan baru untuk mendaftar ke pemerintah telah berakhir.
Larangan tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa kebebasan berbicara dapat dibatasi bagi 30 juta penduduk Nepal dan juga dapat merugikan pariwisata. Pemblokiran media sosial juga memutus hubungan sekitar 2 juta pekerja Nepal di luar negeri dengan keluarga mereka. Perekonomian Nepal sangat bergantung pada kiriman uang dari para pekerja ini.
Para demonstran, yang tidak memiliki pemimpin tunggal, menggambarkan diri mereka sebagai suara Generasi Z Nepal yang marah atas korupsi, pengangguran, dan ketidaksetaraan.
Dalam minggu-minggu menjelang kekerasan, tagar media sosial #nepokids menjadi tren di Nepal pada unggahan yang konon menunjukkan gaya hidup mewah yang dinikmati anak-anak elit politik di negara di mana sebagian besar anak muda berjuang untuk mencari nafkah.
Kemarahan ini berakar pada masalah sosial dan ekonomi yang telah berkembang selama bertahun-tahun, dengan lapangan pekerjaan sebagai isu utamanya. Mayoritas warga Nepal bekerja tanpa pekerjaan yang dilaporkan secara resmi, sebagian besar di bidang pertanian. Dan pengangguran terkonsentrasi di kalangan dewasa muda.
Karena tidak menemukan peluang di negara asal, lebih dari 1.000 pemuda dan pemudi meninggalkan negara itu setiap hari untuk menjalani kontrak jangka panjang di negara-negara kaya minyak di Teluk Persia dan Malaysia.
Puluhan ribu bekerja di India sebagai buruh migran musiman. Data pemerintah menunjukkan bahwa lebih dari 741.000 orang meninggalkan negara itu tahun lalu, terutama untuk mencari pekerjaan di bidang konstruksi atau pertanian.
Sebagian besar wilayah Nepal sangat bergantung pada kiriman uang yang dikirim oleh para pekerja di luar negeri. Pada tahun 2024, $11 miliar yang mereka kirimkan menyumbang lebih dari 26% perekonomian negara tersebut.