Anak Bos Prodia Diadili Pekan Depan di PN Jaksel Terkait Kasus Pembunuhan Remaja Wanita
- VIVA/Zendy Pradana
Jakarta, VIVA – Berkas perkara kasus dugaan pembunuhan yang menyeret, anak Bos Prodia yakni Arief Nugroho alias Bastian dan Muhammad Bayu Hartono telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pekan depan, rencananya dugaan kasusnya bakal diseret ke meja hijau persidangan.
Meski begitu, PN Jakarta Selatan menjelaskan bahwa berkas perkaranya yakni terkait dengan dugaan pelanggaran perlindungan anak.
"Betul, sudah masuk pelimpahan berkas perkara dari Kejaksaan atas nama terdakwa Arief Nugroho alias Bastian dan Muhammad Bayu Hartoyo menyangkut soal pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak," ujar Pejabat Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto kepada wartawan, Jumat 7 Maret 2025.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
- VIVA / Yeni Lestari
Djuyamto mengatakan bahwa sidang perdananya bakal digelar pada Rabu 12 Maret 2025 pekan depan. Sidang bakal diadili oleh Arief Budi Cahyono.
"Majelis hakim diketahui oleh Bapak Arief Budi Cahyono sudah menetapkan hari sidang yang pertama, yaitu hari Rabu tanggal 12 Maret 2025," tukasnya.
Dua anak bos Prodia ini juga turut terlibat dalam dugaan suap ke anggota polisi. Keduanya turut memberikan uang ke Eks Kasat Reksrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro.
Anak Bos Prodia itu memberikan dugaan suap melalui kuasa hukumnya. Praktik dugaan suap dilakukan demi memuluskan kasusnya.
Namun, nahasnya suap tersebut berujung pemecatan tidak dengan hormat atau PTDH terhadap AKBP Bintoro.
Polisi menjelaskan bahwa remaja inisial FA (16), sempat melakukan open BO sebelum akhirnya tewas karena dicekoki oleh pria berinisial A dan BH. FA melakukan open BO bersama dengan satu rekannya yakni AP.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro mengatakan bahwa FA dan AP melakukan open BO sebelum ditemukan tewas di sebuah hotel kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dengan meminta imbalan Rp1,5 juta untuk pelayanan seks.
"Setelah kita mintai keterangan dari si korban inisial AP, dia menyatakan pada saat kejadian mereka di Open BO. Jadi diminta jasa untuk pelayanan seks dengan diberikan imbalan Rp 1,5 juta," ujar AKBP Bintoro di Polres Metro Jakarta Selatan pada Jumat, 26 April 2024.
Bintoro menjelaskan mulanya pelaku kenal dengan rekan FA berinisial AP lewat jejaring sosial media. Pelaku A juga telah 4 kali melakukan melakukan perbuatan tersebut terhadap korban berinisial AP.
"Pelaku sudah 4 kali bersama dengan korban, khususnya korban yang masih hidup. Korban FA yang meninggal ini dikenalkan terhadap para pelaku melalui si A, karena si A ditelpon pelaku. Selanjutnya, si A mengajak dari anak FA ini untuk hadir ke lokasi," kata Bintoro.
Tetapi, Bintoro mengucapkan bahwa FA disodorkan minuman yang dicampuri oleh narkotika jenis sabu ketika bertemu di sebuah hotel Jakarta Selatan. Korban pun sempat alami kejang sebelum dinyatakan tewas.
"Pada saat kejadian itu pula, baik korban yang meninggal atau hidup diberikan obat jenis inex dan juga minuman yang di dalamnya dicampur sama sabu," bebernya.
Dalam kasus tersebut, Polres Metro Jakarta Selatan telah berhasil menyita sejumlah barang bukti saat melakukan penangkapan kepada dua orang pelaku diduga pembunuhan kepada remaja inisial FA (16) di sebuah hotel kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kedua pelaku itu berinisial AN alias BAS dan BH.
Bintoro mengatakan bahwa ada tiga buah senjata api beserta amunisinya yang berhasil disita oleh polisi.
Tetapi, Bintoro belum mengetahui soal kepemilikan hingga pelaku mendapatkan senjata api tersebut darimana. Sebab, saat ini pihaknya masih mendalami hal itu. "Saat ini masih kami kembangkan, nanti kami butuh proses pendalaman karena kami belum sempat untuk lebih intens, nanti kami akan dalami," ucap Bintoro.
Bintoro menjelaskan bahwa keduanya akan dijerat menggunakan pasal berlapis. Ia akan dipersangkakan Pasal 338 atau Pasal 359 KUHP. Kedua tersangka juga turut dikenakan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara tentang TPKS.
"Kami juga melapisi para tersangka ini dengan penguasaan senjata api tanpa izin UU Darurat nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara," tutur Bintoro.