KY dan Komjak Awasi Sidang Mafia Tanah Jakarta
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA – Mantan juru ukur tanah BPN (Badan Pertanahan Nasional), Paryoto, diagendakan menjalani sidang atas kasus pemalsuan sertifikat tanah atau dugaan 'mafia tanah' di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa 1 Desember 2020. Paryoto dan Achmad Djufri disidang dalam kasus sertifikat palsu di Cakung Jakarta Timur.
Sementara satu tersangka lainnya, Benny Simon Tabalujan, masih diburu polisi karena masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) dan berada di Australia. Terhadap persidangan ini, Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Kejaksaan (Komjak) memastikan mengawasi sidang tersebut.
Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus meminta hakim PN Jakarta Timur tetap di rel yang benar. Ia menegaskan, KY akan mengawasi sidang tersebut. “Saya minggu depan baru mau ke Jakarta Timur, saya kira hakim on the track saja, jangan terpengaruh hal-hal yang bisa mengganggu marwah pengadilan,” ujar Jaja kepada wartawan, Selasa 1 Desember 2020.
Jaja berpendapat, terkait Benny yang masih berada di luar negeri dan dalam proses DPO memang sulit dieksekusi atau dipaksa hadir di pengadilan. Dia juga mempertanyakan adanya kuasa hukum Benny di Jakarta, yakni Harris Azhar.
“Kalau DPO itu bisa komunikasi dengan kuasa hukumnya, bisa saja diminta pengacara agar hadir, ngapain sih lari-lari. Namun kalau memang tidak komunikasi kan sulit,” tuturnya.
Pengacara di kasus pidana, kata Jaja, sifatnya adalah pendampingan, bukan mewakili secara hukum seperti misalnya di kasus perdata.
Komisi Kejaksaan pun buka suara terkait peradilan yang digelar Pengadilan Jakarta Timur itu. Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak meminta Majelis Hakim terus menjalankan persidangan kasus pemalsuan sertifikat tanah itu hingga tahap pengambilan keputusan.
Sejalan dengan itu, jaksa melalui Jaksa Agung Muda bidang Intelijen Kejaksaan Agung dalam program tangkap buron (tabur) ikut membantu Polri memburu tersangka lainnya yang masih berstatus DPO itu. Kelak, putusan pada terdakwa kasus ini bisa menjadi pemberat bagi Beny Tabalujan dan tersangka lainnya saat di meja-hijaukan.
“Jadi proses persidangan ini tidak menunggu. Bisa disidang secara terpisah. Tapi segera ditangkap buronan itu untuk mengikuti proses hukum. Kemudian, diperberat hukumannya dibandingkan vonis terdakwa lainnya,” kata Barita.