RS Mitra Keluarga Dianggap Lalai Jalankan UU Kesehatan
- Google Maps
VIVA.co.id – Permintaan maaf dan janji tak akan menolak pasien miskin dari pihak Rumah Sakit Mitra Keluarga, tak cukup untuk menghentikan kasus kematian bayi bernama Tiara Debora Simanjorang.
Sebab, menurut Wakil ketua Komisi IX DPR RI, Saleh P Daulay, pengelola RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat, telah dengan sengaja melanggar Undang-undang Kesehatan.
"Komisi IX menilai bahwa Rumah Sakit Mitra Keluarga telah dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 32 UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, ayat 1 dan 2," kata Saleh, dalam siaran persnya, Selasa ,12 September 2017.
Dalam Pasal 32 ayat 1 dan 2 UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Saleh menuturkan, telah sangat jelas tertulis ayat 1 menyebutkan, dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Sementara ayat 2 menuturkan, dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Komisi IX menilai, RS Mitra Keluarga telah lalai menjalankan amanat UU tentang Rumah Sakit, yakni Pasal 29 ayat (1) huruf f yakni UU Nomor 44 tahun 2009.
Saleh mengatakan, ketentuan pasal itu bahwa rumah sakit berkewajiban melaksanakan fungsi sosial. Antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulans gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.
"Komisi IX menilai bahwa pelanggaran tersebut tidak dapat ditolerir. Apalagi, dalam UU Nomor 36 tahun 2009 bahkan ada aturan pidana yang termaktub secara eksplisit," katanya.
Pada Pasal 190 Saleh menjelaskan, yakni pada ayat 1 tertulis, "Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
Â
Pada ayat 2 tertulis, “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/ atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".