Pemburu dan Pejuang Penyu
- VIVA / Harry Siswoyo (Jambi)
VIVA – "Uh, cuma dapat sampah," ujar Sutanak memaki laut. Pendar purnama yang berkilauan di gulungan ombak berbuih serta hangatnya desir angin malam itu yang mengusap barisan Cemara laut tak digubrisnya.Â
Bahkan, bangkai kepiting dan patahan ranting yang tersangkut di jaring ikannya pun tak dibersihkannya. Sutanak lalu menggulung jaring puluhan meter yang terentang hingga ke tengah laut itu ke dalam sebuah karung putih.
Pria asal Desa Retak Ilir Kabupaten Muko Muko ini memang menggantungkan hidupnya dari pukat atau jaring ikan. Saban malam hingga fajar, ia biasa menentang ombak dan berdiri di bibir pantai untuk mengais ikan.
Meski begitu, di malam dengan sepoi-sepoi angin pantai barat. Sutanak sebenarnya tak sepenuhnya tengah menunggu ikan tersangkut di jaringnya. Ia adalah satu dari belasan pemburu telur penyu, yang tengah bersembunyi di gelap pekat.
"Sudah sejak tahun 1997 saya berburu telur katuang (penyu)" kata Sutanak sembari mengenakan sarung tipis yang basah untuk menutupi celana kolor butut yang dikenakannya.
Bagi pria ini, berburu telur penyu adalah aktivitas sampingannya. Khususnya pada bulan Maret hingga Agustus setiap tahunnya. Di bulan-bulan itulah, masa di mana ragam jenis penyu berlabuh dan menitipkan telurnya pada pasir gembur.
Dalam semalam, kata Sutanak, ia pernah menggali lebih dari tiga lubang telur penyu. Itu belum terhitung dengan para pemburu lain yang biasa nyanggong di tepian pantai. Persis di ujung jilatan ombak.
Biasanya, hasil mencuri telur penyu itu akan dibeli oleh penadah di desa. Harga jual per butir bervariasi, mulai dari Rp5.000 sampai Rp8.000. Tergantung ukuran telur penyu yang didapat.
Sutanak tak menampik jika penyu adalah hewan langka yang dilindungi. Namun baginya dan juga sepemikiran dengan pemburu lain. Konsepsi itu bergantung dengan di mana penyu itu mendarat.
"Penyu ini kan mendarat di kawasan ekonomi (bukan konservasi). Jadi ini milik bersama, siapa yang dapat," kata Sutanak. Kami yang mendengar pun cuma mengangguk. Mendebat ini sama saja memancing di air keruh.