UU Nomor 2 Tahun 2020 Dinilai Jadi Acuan Bertindak Saat Situasi Krisis

ilustrasi kapasitas Tes Usap PCR di Labkesda Depok
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 terkait kebijakan keuangan negara dan stabiitas keuangan untuk penanganan pandemi COVID-19 dinilai sebagai acuan bertindak dalam krisis. Langkah pemerintah dianggap sudah sesuai untuk kepentingan kemaslahatan rakyat di tengah krisis akibat pandemi yang sudah setahun lebih melanda Tanah Air.

Pengamat sosoal politik, Ninoy Karundeng menyampaikan Indonesia adalah salah satu negara besar yang sedang berjuang keras mengatasi pandemi COVID-19. Menurut dia, pemerintah saat ini menerapkan kebijakan keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kesehatan. 

Dengan arah kebijakan itu, pembatasan aktivitas masyarakat harus dilakukan secara tepat.

“Sejak awal untuk mencegah penyebaran COVID-19, urusan politik menjadi tantangan yang luar biasa. Jokowi menjadi target untuk dijatuhkan. Pada awal pandemi, pro-kontra soal lockdown dan PSBB menjadi polemik,” kata Ninoy di Jakarta Selasa, 4 Mei 2021.

Ninoy menjelaskan terkait pandemi, Jokowi mengeluarkan Perppu Nomor 1/2020 yang sudah disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020. Menurut dia, UU ini yang akan jadi rujukan pemerintah dalam mengambil kebijakan di tengah krisis.

"Untuk mengatasi berbagai tantangan politik dan ekonomi, Jokowi mengeluarkan Perppu No 1/2020. Perppu ini telah disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 yang sangat penting karena menjadi acuan untuk bertindak cepat dalam situasi krisis," jelas Ninoy.

Menurut dia, pelaksanaan pengambilan keputusan sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dilindungi UU. Pun, ia menyinggung penyediaan bahan sembilan bahan pokok (sembako) untuk bantuan sosial (bansos). 

Merujuk UU No 2/2020, penyediaan bahan sembako diputuskan untuk melakukan tindakan darurat dalam krisis.
Pemenuhan stok untuk penyaluran bansos harus diperhatikan. 

Terkait biaya yang dikeluarkan Pemerintah untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dianggap bukan merupakan kerugian negara. Hal ini lantaran adanya harga tinggi di tengah kondisi darurat.

Penikmat Musik Metal-Rock Diajak agar Terus Suarakan Setiap Krisis yang Dihadapi

“Artinya, jika ada pengadaan barang dan jasa yang dilakukan dalam kondisi darurat yang harganya tinggi di luar harga yang berlaku sebelum pandemi, hal ini merupakan kewajaran dalam keadaan darurat. Pengadaan barang harus segera diadakan,” tutur Ninoy.

Menurut dia, justru mengherankan jika pejabat pembuat keputusan menunggu harga normal. Sebab, dengan cara itu akan banyak jatuh korban.

Ini Alasan Korea Selatan Diprediksi Jadi Negara Pertama yang Hilang dari Bumi

Untuk mengatasi itu, Jokowi memberikan perlindungan hukum melalui UU No 2/2020. Hal ini yang jadi alasan utama diterbitkan UU tersebut.

Dengan adanya UU tersebut, menurutnya Indonesia menjadi salah satu negara yang secara ekonomi tidak hancur-hancuran. Penanganan pandemi COVID-19 masih bisa terkontrol.

Dharma Sebut Pasar Tanah Abang Alami Penurunan Omset Akibat Pandemi COVID-19

Meski demikian, bila ada oknum pejabat yang keliru dalam melakukan kongkalikong korupsi maka mesti diproses hukum. Ia mencontohkan kasus korupsi Bansos COVID-19 oleh Juliari Batubara yang tak bisa dibenarkan.

“Kasus kick-back Menteri Sosial Juliari Batubara menjadi masalah karena mengambil bagian dari keuntungan pemasok barang. Praktik yang jelas memenuhi unsur korupsi yang layak dicokok oleh KPK,” sebut Ninoy.

CEO JPMorgan Jamie Dimon Optimis Resesi AS di Depan Mata

Bos JP Morgan Chase Peringatkan Kesenjangan Keterampilan Picu Krisis Tenaga Kerja

CEO JP Morgan, Jamie Dimon, peringatkan satu hal yang sebabkan AS bakal hadapi krisis tenaga kerja. Ia desak kolaborasi dunia usaha dan pendidikan atasi masalah ini.

img_title
VIVA.co.id
25 Juni 2025