Kisah Ratusan Pengungsi Afghanistan di RI dan Berakhir Bunuh Diri

Pengungsi Afghanistan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.
Sumber :
  • VIVA/Muhammad AR

VIVA – Mimik trauma begitu tersirat di wajah anak-anak saat Zia Gul Noori, salah satu penggungsi yang menjadi guru di sebuah Kamp pengungsian, Cisarua Refugee Learning Centre (CRLC) di Kampung Ciburial, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat diwawancarai tentang Taliban.

Afghanistan Jadi Gelap

Wanita 23 tahun itu menceritakan alasan mengapa terjadinya eksodus warga Afghanistan ke seluruh penjuru dunia, termasuk salah satunya ke Indonesia.

“Orang-orang Taliban mencari dan menangkap orang-orang yang bekerja dengan NGO (organisasi nirlaba non pemerintah yang bergerak di bidang sosial dan lingkungan) dan membunuhnya. Itulah alasan mengapa terlalu banyak pengungsi Afghanistan di seluruh dunia,” katanya kepada VIVA, Minggu 22 Agustus 2021.

Korban Tewas Akibat Gempa di Afghanistan Jadi 1.124 Orang

Baca Juga: Jika Hinaan Kece ke Nabi Muhammad Dibiarkan, MUI: Negeri Ini Remuk

Awalnya Zia adalah pengungsi. Pada saat datang ke Indonesia Zia berusia 16 tahun dan kini sudah menginjak usia 23 tahun. Namun karena mampu bahasa Inggris yang lancar, komunitasnya memintanya sebagai salah satu manajer atau relawan guru yang mengajar anak-anak. 

Gempa Dahsyat Guncang Afghanistan, 800 Orang Tewas Ribuan Luka-luka

“Saya tinggal di Indonesia sejak 2016. Saya adalah seorang manajer sukarelawan di salah satu pusat pembelajaran (sukarela) di Bogor, Cisarua,” kata Zia.

Zia mengatakan, CRCL menampung pengungsi anak-anak maupun dewasa agar mendapat pendidikan. Sebab, para pengungsi tidak memperoleh akses pendidikan di Indonesia. 

Di Bogor sendiri, kata Zia, banyak pengungsi asal Afghanistan, dengan lebih dari 200 anak yang dilibatkan di setiap pusat pembelajaran. Selain itu, banyak pengungsi juga sekarang tinggal di Jakarta dan area sekitarnya. 

“Kami di sini menampung pengungsi anak-anak untuk mengikutsertakan mereka pada pendidikan dasar yang kami sediakan di pusat pembelajaran ini, baik untuk pengungsi anak-anak maupun dewasa karena mereka tidak memperoleh akses pendidikan di sekolah lokal,” katanya. 

Zia menuturkan, para pengungsi berada di Indonesia sejak enam hingga sepuluh tahun lalu, menanti penanganan Badan Pengungsi PBB (UNHCR) untuk memberikan permukiman permanen di negara ketiga. 

“Mereka sudah menunggu untuk dapat migrasi tinggal ke negara-negara dunia ketiga (negara berkembang) sejak lama. Kebanyakan sudah dari tahun 2013, 2014, sampai 2020. Namun, para pengungsi di Indonesia sudah dilupakan diabaikan oleh UNHCR dan negara-negara tujuan pengungsi,” tutur Zia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya