Kerajaan Mataram Kuno: Letak, Kehidupan, Peninggalan dan Rajanya
- ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho
Kerajaan Mataram Kuno sangat terkenal dengan toleransi beragama yang sangat kuat. Walaupun rakyatnya tidak menganut satu agama namun dua agama berbeda, mereka dapat bekerja sama dengan melakukan pembangunan Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Kalasan, dan lain-lain. Toleransi ini diajarkan oleh para pemimpinnya.
Diketahui rakyat Kerajaan Mataram Kuno melakukan perdagangan antar kerajaan, baik lokal maupun internasional. Proses perdagangan tersebut dilakukan secara bergiliran dengan mengiringi hari pasaran Jawa.
Bukan hanya berdagang, rakyat juga melakukan aktivitas yang lain seperti Bertani, beternak, dan pengrajin. Kerajaan ini menjalin kerja sama yang baik dengan kerajaan lain seperti Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Bali.
Hubungan Kerajaan Mataram Kuno dan Kerajaan Sriwijaya awalnya baik-baik saja. Namun , setelah terusirnya Balaputradewa karena dikalahkan oleh Rakai Pikatan yang naik takhta, membuat kerajaan Sriwijaya menyerang Kerajaan Mataram kuno.
Peninggalan Kerajaan Mataran Kuno
Kerajaan Mataram Kuno meninggalkan beberapa prasasti diantaranya:
- Prasasti Canggal (732 M)
- Prasasti Kalasan (778 M)
- Prasasti Kelurak (782 M)
- Prasasti Mantyasih (907 M)
- Prasasti Karang Tengah (824 M)
- Prasasti Ratu Boko (856 M)
- Prasasti Nalanda (860 M)
Selain itu, Kerajaan Mataram Kuno juga meninggalkan beberapa candi berikut:
- Candi Borobudur
- Candi Prambanan
- Candi Mendut
- Candi Plaosan
- Candi Gedong Songo
Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Mataram Kuno
Jawa Tengah
- Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)
- Rakai Panangkaran (760-780 M)
- Rakai Panunggalan alias Dharanindra (780-800 M)
- Rakai Warak alias Samaragrawira (800-820 M)
- Rakai Garung alias Samaratungga (820-840 M)
- Rakai Pikatan dan Maharatu Pramodawardhani (840-856 M)
- Rakai Kayuwani alias Dyah Lokapala (856-882 M)
- Rakai Watuhumalang (882-899 M)
- Rakai Watukura Dyah Balitung (898-915 M)
- Mpu Daksa (915-919 M)
- Rakai Layang Dyah Tulodong (919-924 M)
- Rakai Sumba Dyah Wawa (924 M)
Jawa Timur
- Rakai Hino Sri Isana alias Mpu Sindok (929-947 M)
- Sri Lokapala dan Ratu Sri Isanatunggawijaya (sejak 947 M)
- Makutawangsawardhana (hingga 985 M)
- Dharmawangsa Teguh (985-1007 M)
