Depok Hujan Es padahal Kemarau, Begini Penjelasan BMKG

Ilustrasi: Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan pantauan suhu udara di Kantor BMKG, Jakarta, Senin, 6 Mei 2024.
Sumber :
  • ANTARA/Aprillio Akbar

Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan faktor pemicu terjadinya hujan es di Kota Depok, Jawa Barat, meski sudah memasuki musim kemarau.

BMKG: Lima Gempa Terjadi di Jabar dalam Sehari

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto di Jakarta, Kamis, 4 Juli 2024, mengatakan bahwa fenomena hujan es dilaporkan kemarin melanda wilayah Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan, Depok, yang diiringi dengan hujan deras disertai angin kencang.

Berdasarkan analisis tim meteorologi BMKG fenomena tersebut disebabkan adanya awan Cumulunimbus (CB) yang terbentuk akibat daya angkat atau konvektif yang cukup kuat di wilayah Sawangan dan sekitarnya.

Gempa Bekasi yang Dirasakan hingga Jakarta Dipicu Sesar Naik Busur Belakang Jabar

ilustrasi warga soal hujan es.

Photo :
  • VIVA/Ngadri (Kalimantan Barat)

Menurut Guswanto, fenomena tersebut sebelumnya diawali dengan kondensasi uap air yang teramat dingin melewati atmosfer di lapisan atas level beku sehingga dengan demikian es yang terbentuk umumnya memiliki ukuran besar.

Gempa 4,9 M Guncang Bekasi, Terasa Sampai Jakarta

Kemudian pada saat kumpulan es yang besar di atmosfer turun ke area lebih rendah dan hangat maka terjadilah hujan. Hanya saja, ia menekankan, terkadang tidak semua es akan mencair sempurna dan menjadikannya hujan es, di mana suhu puncak awan CB mencapai minus 80 derajat Celcius.

Menurut dia, dinamika atmosfer skala regional-global yang cukup signifikan juga menjadi faktor pendorong hujan meski status saat ini sudah masuk musim kemarau.

Misalnya, aktifnya aktivitas fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial di sebagian besar wilayah Jawa. Bahkan juga di Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan sebagian besar Papua.

Hujan deras (Foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Namun, terlepas masih adanya potensi hujan itu, Guswanto tetap mengingatkan masyarakat jangan sampai mengindahkan bahaya kekeringan ketika musim kemarau yang puncaknya diprakirakan jatuh pada dasarian II Juli-September 2024.

"Jadi, alangkah baiknya hujan yang masih ada ini dimanfaatkan untuk menabung air supaya memiliki cadangan saat puncak musim kemarau melanda wilayah kita nantinya," kata dia. (ant)

Banjir besar. (Foto ilustrasi).

Banjir di Niger Tewaskan 47 Orang, 56 Ribu Mengungsi

Bencana itu telah berdampak pada 7.754 keluarga di 339 kawasan permukiman dan desa.

img_title
VIVA.co.id
21 Agustus 2025