Kelompok yang Gulingkan Assad Berambisi Politik Berkedok Agama, Menurut Alumnus Suriah
- EFE/Bilal Al Hammoud
Ia mengungkapkan bahwa bentuk penyimpangan pada istilah jihad seringkali bisa ditemukan pada kepentingan politik praktis yang menggunakan istilah atau simbol keagamaan secara serampangan. Hal ini sengaja dimunculkan untuk memberikan kesan atau branding bahwa hanya kelompoknya yang paling benar atau pantas, sementara yang lainnya salah.
Lebih lanjut, dia mengatakan penyimpangan narasi yang menggunakan istilah keagamaan ini yang justru mencederai hubungan yang erat antara negara dan agama. Dia menjelaskan bahwa sebenarnya relasi antara agama dan negara itu adalah saling melengkapi.
"Sebagaimana yang dikatakan Imam Ghazali, bahwa agama dan negara itu seperti saudara kembar. Syeikh Hasyim Asy'ari pun pernah mengatakan bahwa agama dan negara itu adalah seperti dua sisi mata uang yang keduanya saling melengkapi," ungkapnya.
Menurut Gus Najih, sejak awal para pendiri bangsa telah mengintegrasikan nilai-nilai agama dan kebijakan negara. Hal ini tercermin ketika beliau-beliau menyusun dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang nilai-nilainya sejalan dengan ajaran-ajaran agama yang ada. Intinya, sebagaimana tercermin dalam slogan "Hubbul Wathan Minal Iman," bahwa mencintai tanah air itu adalah bagian dari iman.
Sebagai masyarakat yang plural, kewaspadaan terhadap narasi-narasi yang membenturkan agama dengan negara atau tradisi sangat diperlukan Indonesia. Pemahaman makna jihad secara komprehensif dan penerapan prinsip-prinsip toleransi serta inklusivitas adalah langkah yang penting dalam melawan radikalisme dan terorisme.
Dengan demikian, masyarakat yang lebih damai dan stabil dapat dibangun, serta munculnya kelompok-kelompok ekstremis seperti HTS dapat dicegah agar tidak membawa kerusakan lebih lanjut.
Gus Najih pun berharap agar masyarakat Indonesia mampu membangun kerukunan antar-umat beragama sebagai bentuk pertahanan nasional terhadap potensi perpecahan yang justru menguntungkan pihak tertentu. Jangan sampai konflik di Timur Tengah ikut mencederai rasa toleransi yang telah terbangun sejak lama.
"Strategi kontra radikalisasi menjadi sangat penting untuk melawan radikalisme. Program-program yang bertujuan menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan toleransi telah dikembangkan oleh pemerintah Indonesia melalui berbagai instansi dan lembaga terkait. Dengan melibatkan tokoh agama dan masyarakat sipil diharapkan dapat menciptakan kesadaran pada masyarakat Indonesia akan bahaya paham radikal dan mendorong dialog antaragama," tuturnya. (ant)
