Rocky Gerung: Kakorlantas Berhasil Tekan Kecelakaan, Gagasan Hari Keselamatan Layak Diapresiasi Presiden
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Filsuf Rocky Gerung hadir sebagai narasumber dalam rakernis lalu lintas 2025 yang diselenggarakan Korlantas Polri. Ia mengajak peserta melihat jalan raya bukan hanya sebagai ruang kendaraan, tapi sebagai cermin karakter sosial bangsa.
“Lalu lintas adalah ruang etika dan ego. Siapa kita sebenarnya, terlihat dari cara kita bersikap di jalan,” ujar Rocky di hadapan peserta Rakernis jajaran Korlantas Polri seluruh Indonesia di gedung Tribrata, Jakarta Selatan, Jumat, 13 Juni 2025.
Rocky mengangkat lima gagasan kunci, antara lain, pertama, diskresi polisi: Menyeimbangkan aturan dan nurani. Tidak semua pelanggaran hukum harus direspons secara hitam-putih. Polisi harus mampu menilai konteks tindakan dan pembenarannya.
“Hukum itu kering. Diskresi membuatnya hidup,” tegas Rocky.
Kedua, jalan raya: Tempat nilai dan kepentingan bertemu. Jalan raya adalah ruang publik tempat kelas sosial bertemu, dari tukang ojek hingga pejabat. Ini adalah arena interaksi, negosiasi, bahkan konflik nilai.
“Lalu lintas bukan hanya fisik, tapi psikologis,” katanya.
Ketiga, budaya amuck: Komunal tapi kacau. Rocky menyebut bahwa karakter lalu lintas Indonesia masih dipengaruhi pola budaya “amuck” — sebuah istilah Melayu yang menggambarkan ledakan emosi massal yang spontan dan tak rasional.
“Mentalitas ini menciptakan situasi yang chaotic kacau, tak teratur, sulit dikendalikan. Ini bukan sekadar pelanggaran, tapi pola sosial,” jelas Rocky. Karena itu, pendekatan disiplin tak bisa hanya berbasis hukum, tapi juga kebudayaan dan edukasi.
Keempat, Manusia dan Mobil: Diperbudak waktu. Manusia menciptakan kendaraan untuk bergerak cepat, tapi akhirnya dikendalikan oleh waktu.
“Kita menciptakan mobil karena dikejar janji. Tapi lama-lama, kita yang dikejar-kejar waktu. Ini tekanan eksistensial,” katanya.
Kelima, Mobil sebagai Simbol Hasrat. Rocky menyoroti fenomena fetisisme kendaraan-ketertarikan seksual pada kendaraan. Mobil bukan sekadar alat, tapi simbol status dan ego. “Mobil menyatu dengan diri pemiliknya. Di jalan, ia bukan sekadar benda, tapi subjek yang bersaing,” ujar Rocky.
Rocky menegaskan bahwa wajah peradaban bangsa bisa dilihat dari lalu lintasnya. “Jika ingin tahu siapa kita sebenarnya, lihatlah cara kita mengemudi dan berbagi jalan. Di sana ego, empati, dan etika saling bertabrakan,” tandasnya.
Ditekankan, bahwa penataan lalu lintas tak cukup dengan rambu dan sanksi. Ia butuh pemahaman mendalam tentang manusia, budaya, dan cara hidup kita sebagai masyarakat.
Disisi lain, Rocky Gerung, menyatakan bahwa keberhasilan menurunkan jumlah kecelakaan selama masa mudik Lebaran 2025 merupakan bukti nyata dari kepemimpinan dan kapasitas Kakorlantas Polri, Irjen Pol Agus Suryonugroho dalam merumuskan serta mengeksekusi kebijakan keselamatan transportasi.
“Ini bukti Agus Suryo mampu dan berhasil menurunkan jumlah kecelakaan seperti saat mudik Lebaran 2025. Ia tidak hanya punya gagasan, tapi juga keberanian untuk mewujudkannya,” ujar Rocky.
Rocky juga mendukung penuh gagasan Agus Suryo mengenai pentingnya penetapan Hari Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional. Menurutnya, gagasan ini tidak hanya strategis, tetapi juga memiliki dampak sosial yang luas dalam membangun budaya tertib dan aman di jalan raya.
“Gagasan ini perlu didukung semua pihak. Presiden Prabowo Subianto seharusnya memberi apresiasi atas inisiatif yang visioner dan berdampak langsung pada keselamatan rakyat,” tegas Rocky.