Kecam Pembubaran Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Anggota DPR: Ini Tindakan Biadab!
- Antara
Jakarta, VIVA - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar, Abraham Sridjaja mengecam keras pembubaran kegiatan retret pelajar kristen di Desa Tangkil, Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat. Aksi itu disebut bentuk kekerasan yang melanggar hukum.
Menurut dia, aksi kekerasan itu juga mencabik-cabik nilai Pancasila dan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab.
“Kita tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. Apalagi yang menjadi korban adalah anak-anak, pelajar-pelajar muda yang seharusnya dilindungi, bukan ditakut-takuti. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, ini tindakan biadab!” kata Abraham dalam keterangannya, Senin, 30 Juni 2025.
Dalam video yang beredar, diketahui sekelompok warga memaksa masuk ke lokasi retret hingga merusak fasilitas. Tindakan mereka juga menumbangkan simbol ibadah dan membuat anak-anak menangis ketakutan.
Abraham menyebut insiden itu sebagai peristiwa yang mempermalukan wajah toleransi Indonesia di mata dunia.
“Peristiwa ini bukan sekadar insiden lokal. Ini alarm bahaya bagi kebhinekaan kita. Jika anak-anak kita tidak bisa beribadah dengan tenang di negeri ini, maka kita semua sedang berjalan mundur sebagai bangsa. Ini menodai Pancasila kita, memecah belah bangsa, dan sangat tidak manusiawi,” jelas Abraham.
Pun, dia juga mendesak Kapolri dan Polda Jawa Barat segera mengusut dan menangkap para pelaku. Menurut dia, pendekatan damai dan mediasi tak cukup menyelesaikan kasus ini.
Ia mengingatkan jika negara tak hadir dan pelaku tak ditindak, maka yang tumbuh adalah ketakutan dan kebencian.
"Aparat jangan hanya menengahi, tangkap! Hukum harus berlaku untuk semua. Tidak ada tempat bagi intoleransi di republik ini,” tutur Abraham.
Lebih lanjut, dia mengingatkan konflik berbasis intoleransi agama seperti ini adalah bom waktu yang dapat merusak stabilitas sosial-politik bangsa. Ia juga mendorong pemerintah pusat untuk segera menggelar evaluasi nasional terhadap kebebasan beragama dan perlindungan kelompok minoritas.
“Jangan tunggu bangsa ini terbakar karena kita membiarkan api kecil intoleransi terus menyala di banyak tempat. Kita ini negara hukum, bukan negara preman," ujar Abraham.