Pembentukan Badan Pengawas Lapas Dinilai Latah
Sabtu, 26 September 2015 - 13:02 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Facebokk
VIVA.co.id - Wacana pembentukan Badan Pengawas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dinilai hanya usul latah dan bersifat temporer.
Wacana itu memang mencuat setelah Gayus Tambunan, narapidana kasus pajak, diketahui keluar Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, dan berada di sebuah restoran di Jakarta. Namun Badan Pengawas Lapas bukan solusi tepat untuk mencegah peristiwa serupa terulang lagi di masa mendatang.
"Negara ini terlalu banyak badan dan banyak komisi. Ada persoalan, latah bikin badan, akhirnya tidak ada gunanya, hanya menghabiskan anggaran," kata Politikus PDIP, Dwi Ria Latifa, dalam sebuah diskusi bertajuk Bebas Lepas di Lapas di Jakarta, Sabtu, 26 September 2015.
Menurutnya, semestinya sekarang dimanfaatkan saja aparatur atau infrastruktur yang sudah ada untuk mengoptimalkan sistem pengawasan lapas. Tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal dapat ditingkatkan untuk pengawasan itu dan tak perlu membikin lembaga atau badan baru.
"Tidak usahlah bikin-bikin yang tidak terlalu penting. Kita lagi susah. Cuma, mau (atau) tidak mau, harus buka telinga, buka mata. Mau (atau) tidak mau, harus satu kata dan perbuatan," ujarnya.
Ria meyakini Gayus keluar penjara untuk menghadiri sidang gugatan perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Utara memang atas seizin Kepala Lapas. Namun keberadaannya di restoran itu dianggap tak sepatutnya.
Dia juga mencurigai ada yang tak beres dalam prosedur perizinan Gayus keluar penjara. "Tidak mungkin ada hal yang lurus-lurus saja di luar itu. Coba cek, apakah Kalapas (Kepala Lapas Sukamiskin) tidak menerima sesuatu. Kalau tidak, yang mengantar apakah tidak diberikan uang rokok," kata perempuan legislator Komisi III DPR itu.
Ria meminta Kementerian Hukum dan HAM menyelidiki dan memeriksa Kepala Lapas dan unsur terkait untuk memastikan perizinan Gayus keluar Lapas tidak disalahgunakan untuk urusan lain.
Halaman Selanjutnya
"Tidak usahlah bikin-bikin yang tidak terlalu penting. Kita lagi susah. Cuma, mau (atau) tidak mau, harus buka telinga, buka mata. Mau (atau) tidak mau, harus satu kata dan perbuatan," ujarnya.