Kontroversi Satgas Anti Illegal Fishing Berwenang Menindak
- Puspen TNI.
VIVA.co.id - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kian getol mendesak Presiden Joko Widodo untuk menandatangani peraturan presiden tentang Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing atau pencurian ikan. Jika Perpres terbit, maka Satuan Tugas IUU Fishing yang dibentuk oleh Menteri Kelautan dan Perikanan akan memiliki wewenang yang lebih besar, antara lain dalam melakukan penindakan dengan bekerja sama dengan aparat lainnya seperti TNI Angkatan Laut (AL), Polair dan Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Menanggapi wacana itu, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, berpendapat bahwa bila Perpres tersebut lahir justru akan tumpang tindih dengan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki TNI AL, Polair maupun Bakamla. Dia mempertanyakan apa satgas diberi wewenang penindakan.
"Ini sudah keluar jalur. Kementerian Kelautan dan Perikanan kan bukan institusi penegak hukum, di mana ceritanya satgas di bawah kementerian tersebut memiliki wewenang penegakan. Tumpang tindih jadinya," kata Margarito, Rabu 7 Oktober 2015.
Menurutnya, hal yang seharusnya dilakukan pemerintah dalam memberantas pencurian ikan atau illegal fishing adalah optimalisasi perangkat yang sudah ada. Yakni peran TNI AL, Bakamla, dan Polair. "Undang-Undangnya juga sudah ada kan. Jangan malah buat satu pasukan baru, yang dipertanyakan apa sudah optimal kinerjanya itu satgas? Itu yang harus dipikirkan Presiden Jokowi," ujarnya.
Menurut Margarito, tugas Satgas IUU, pertama lebih kepada penataan perizinan atau menghitung kerugian negara akibat illegal fishing tersebut, bukan penegakan hukumnya. Tugas Satgas IUU antara lain untuk perbaikan tata kelola perizinan. Kedua, memantau proses moratorium agar sesuai dengan ketentuan. Ketiga, verifikasi terhadap kapal eks-kapal asing. Terakhir, menghitung kerugian negara akibat illegal fishing.
"Jadi kendati ada penegak hukum yang menjadi anggota, namun fungsinya bukan untuk menegakkan hukum langsung, melainkan hanya untuk menginvestigasi dan mengawasi. Jika ditemukan indikasi pelanggaran, Satgas akan tetap menyerahkan kasusnya kepada yang berwenang. Jangan memaksakan diri menjadi penegak hukum, KKP itu bukan kementerian penegak hukum, kalau mau jadi penegak hukum ya di Kejaksaan Agung, Kepolisian, Mahkamah Agung atau lainnya," katanya.
Margarito meminta Menteri Susi tidak gegabah dalam mengambil kebijakan yang berasal dari pembisiknya. Jangan sampai kebijakan yang diambil justru menjatuhkan karirnya sebagai menteri.
"Pelajari aturan perundang-undangan yang sudah ada. UU Anti Illegal Fishing sebenarnya sudah ada, tinggal implementasi saja. Kalau bentuk satgas ini itu, justru membuat anggaran bertambah. Pertanyaannya, PNBP sudah berapa yang dicapai KKP dan disetor ke kas negara," ujarnya.
Sementara itu, aktivis Koalisi Masyarakat Anti Korupsi, Ray Rangkuti mengatakan persoalan pencegahan atau pemberantasan illegal fishing bukan melalui penambahan wewenang satgas IUU.
"Percuma saja, saya jamin tidak akan menyelesaikan permasalahan yang ada. Karena semua ini hanya dapat diselesaikan political will pemerintah itu sendiri. Sudah ada Bakamla, TNI, Polair, jelas pembentukan badan tersebut jadi tumpang tindih dan menimbulkan masalah baru," kata Ray.
Dia mencontohkan institusi kepolisian yang diawasi berbagai badan dan lembaga independen. "Toh tidak efektif kan.Jangan buang anggaran dengan sesuatu yang jelas terlihat sia-sia," ujarnya.
Menurutnya, fungsi penindakan sejatinya ada di penegak hukum, dimana wewenang KKP itu hanya sebatas kelengkapan bukti dan administrasi saja. Dia mengingtkan, jangan melebihi wewenang yang sudah diberikan UU. Toh Satgas IUU kemarin juga masih sering kecolongan banyaknya kapal asing mencuri ikan, jangan tergesa-gesa ditambahi wewenang.
"Nanti malah jadi penyalahgunaan wewenang dan menimbulkan masalah baru. Yang pusing Presiden juga nantinya. Kajian harus benar-benar diteliti jangan asal terima langsung minta dibuat Perpres," ujarnya.
