Sudah Jadi Tersangka, Pejabat Kementerian PUPR Diperiksa KPK
- ANTARA/Hafidz Mubarak
Pada pertemuan itu, Amran meminta uang Rp8 miliar kepada Khoir dan Afred guna membayar keperluan suksesinya saat menjadi Kepala BPJN lX. Amran lantas menjanjikan akan memberikan proyek pada Khoir dan Alfred pada tahun 2016.
Uang Rp8 miliar hasil urunan itu lantas diberikan pada keesokan harinya melalui perantara bernama Herry. Namun Herry hanya menyerahkan Rp7 miliar kepada Amran dan sisanya dia pakai sendiri.
Lantaran ada uang yang diambil Herry, Amran kembali meminta uang sebesar Rp2 miliar pada Khoir.
Pada akhir bulan Juli 2015, Khoir mendapat informasi dari Amran bahwa akan ada proyek dari program aspirasi DPR. Amran lantas meminta fee sebesar Rp3 miliar kepada Khoir untuk mengupayakan agar proyek program aspirasi tersebut dapat disalurkan pada pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku atau Maluku Utara. Selain itu, Amran meminta Khoir untuk memberikan fee pada anggota Komisi V DPR.
Untuk memenuhi permintaan tersebut, Khoir kemudian urunan uang dengan Henock Setiawan alias Rino, Charles Fransz alias Carlos, Alfred serta Aseng hingga terkumpul yang Rp2.600.000.000. Uang kemudian diberikan dalam bentuk Dolar Amerika Serikat pada Amran melalui lmran dengan maksud agar PT Windhu Tunggal Utama, PT Cahaya Mas Perkasa dan PT Sharleen Raya sebagai pelaksana proyek.
Pada saat kunjungan kerja Komisi V DPR di Maluku bulan Agustus 2015, Khoir memberikan uang Rp455.000.000 kepada Amran untuk diberikan pada para anggota dewan. Tujuannya, agar para anggota dewan tersebut menyalurkan dana aspirasinya untuk pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku atau Maluku Utara dan Amran dapat menunjuk PT Windhu Tunggal Utama sebagai pelaksana proyeknya. Bahkan, Khoir sempat dikenalkan pada Mohamad Toha pada saat kunjungan kerja itu.
Usai kunjungan kerja, Amran sempat melobi Damayanti dan beberapa anggota Komisi V lainnya agar menyalurkan aspirasinya kepada Kementerian PUPR dalam bentuk pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.
(ren)
