Studi: Perokok Pemula di Indonesia Meningkat Lima Kali Lipat
VIVA.co.id – Meski baru wacana, nyatanya kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus menjadi isu paling hangat saat ini. Menilik lagi ke belakang, sebenarnya yang mendasari kenaikan harga rokok adalah karena berdasar dari penelitian, jumlah perokok muda mengalami kenaikan signifikan selama beberapa tahun terakhir.
“Policy brief yang akan launch Selasa nanti, akan dirinci satu-satu, kaitan tobacco control initiative dengan SDGs (Sustainable Development Goals), tapi dikaitkan dengan generasi muda. Jadi kami memang concern pada perokok pemula yang terus meningkat sekarang ini," kata Diah Saminarsih, Ketua CISDI (Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives), di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, 27 Agustus 2016.
Lebih lanjut dia, perokok pemula itu di bawah 18 tahun. Dalam lima tahun terakhir, jumlahnya meningkat lima kali lipat. Perokok pemula wanita juga ikut naik dengan signifikan. Ini menjadi permasalahan, karena itu kenaikan harga rokok dapat mengurangi perokok pemula. Meski kenaikan harga rokok tidak akan membuat orang berhenti merokok, namun dalam 30 tahun, jumlah anak muda yang merokok dijamin akan jauh berkurang.
“Anak perempuan juga meningkat, jumlahnya signifikan saya lupa angkanya."
Sebelumnya dr. Siswanto, MHP, DTM, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI mengatakan hal serupa.
"Saya punya data yang namanya the global youth tobacco survey (GTYS), jadi survei tentang penggunaan tembakau pada remaja umur 13-15 tahun. Ternyata kita itu 20,3 persen; ini kan seperlima, 1 dari 5 anak merokok, paling tinggi bahkan pada anak laki-laki 36,2 persen, anak perempuan 4,3 persen. inilah yang akan kita address dengan kenaikan dari cukai, jadi melindungi generasi penerus," ujarnya.
Perhatian pemerintah untuk melindungi generasi muda ini karena ke depannya pembangunan di Indonesia bergantung pada mereka, dan hanya manusia berkualitas yang bisa membantu mewujudkan SDGs yang ditetapkan pemerintah.
"Seperti saya bilang, SDGs sebuah agenda global, sangat forward looking, visioner. Dalam arti untuk mencapai target yang begitu ambisius memerlukan populasi yang berkualitas. Kita akhirnya di 2030 nanti bisa mencapai SDGs, jadi alur pikirnya seperti itu," ujar Diah.