Menggagas Kelompok Perempuan Penjaga Hutan Warisan Dunia
- VIVA.co.id/Harry Siswoyo
Karena itu, perempuan di desa menjadi pengontrol sekaligus penerima manfaat langsung dari kondisi lingkungan tinggal yang baik. Sedikit saja ada sentuhan kerusakan di kawasan hutan atau lingkungan tinggalnya, maka bisa dipastikan perempuan lah yang menjadi penerima dampak pertama.
"Perempuan merupakan korban paling buruk dari kerusakan lingkungan hidup," kata Dedek Hendri, fasilitator Perkumpulan LiVe Bengkulu.
FOTO: Proses diskusi dan bertukar informasi komunitas perempuan penjaga hutan warisan dunia, TNKS, di Kabupaten Rejang Lebong.
Di Bengkulu, sejauh ini kata Dedek, memang belum ada inisiasi khusus yang menempatkan arti penting perempuan untuk penjagaan kawasan hutan. Padahal, sebagai pihak yang memiliki keterkaitan erat dengan lingkungan.
Kehadiran perempuan patut diperhitungkan untuk melindungi hutan warisan dunia TNKS. Perempuan dianggap sosok yang memiliki referensi pengetahuan tentang tanah, air, pohon, hutan, obat-obatan serta asupan gizi untuk rumah tangganya.
"Karena itu, penghormatan dan pemenuhan hak perempuan atas akses informasi untuk berkomunikasi, berpartisipasi, mempengaruhi dan terlibat membuat keputusan terkait hak mereka untuk lingkungan hidup yang baik dan sehat wajib dipenuhi," kata Dedek.
Atas itulah, kini sekelompok perempuan muda di Bengkulu mendeklarasikan diri menjadi komunitas penjaga warisan dunia tersebut. Harapan besarnya adalah mereka bisa menjaga dan menginventarisir beragam pengetahuan perempuan tentang perlindungan hutan.
Tak cuma itu, lewat inisiasi itu juga diharapkan menjadi model pemberdayaan perempuan di kawasan hutan TNKS yang mendasarkan pada hak perempuan. "Dari perempuan, oleh perempuan dan untuk perempuan," tambah Eva Juniar (21), yang kini telah didaulat menjadi ketua komunitas perempuan penjaga warisan dunia di Bengkulu.
Ya, langkah kecil itu, bagi Eva, menjadi awal mula pengakuan perempuan untuk perlindungan kawasan hutan. Mahasiswi yang kini menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Universitas Bengkulu itu mengaku siap berkomitmen bersama perempuan lainnya menjaga warisan dunia.
Singkatnya, kehadiran para perempuan ini juga diharapkan mampu menggugah kesadaran bahwa mereka memiliki hak untuk menentang kemerosotan ekologis atau pun juga menjadi pendorong pemerataan hak akses perempuan atas kepemilikan sumberdaya alam dan sosial yang ada di tengah masyarakat.