Pemerintah Mau Persulit Mantan Napi yang Maju Pilkada

Ilustrasi napi di penjara.
Sumber :
  • ANTARA

VIVA.co.id – Polemik mengenai boleh tidaknya mantan narapidana sebagai calon di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mendapat tanggapan dari pemerintah. Pemerintah mengusulkan mantan napi yang ingin maju dalam pilkada sebagai kandidat harus dikenakan syarat tambahan.

Demo Tolak Pemekaran Ricuh, Sejumlah Mahasiswa Papua Ditangkap

Menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah dari Kementerian Dalam Negeri, Sony Sumarsono, mantan napi itu harus mengumumkan kepada publik secara jujur dan terbuka mengenai statusnya sebagai mantan napi yang disebarkan lewat media massa.

Hal itu juga diperkuat dengan surat keterangan dari pemimpin redaksi media massa lokal dan nasional, disertai bukti pemuatannya. Masih menurut Sony, tujuannya tak lain agar masyarakat tahu bahwa bakal calon yang dipilih merupakan mantan narapidana.

Daerah Diminta Percepat Bentuk Perda Retribusi Persetujuan Bangunan

Namun, menurut Sony, hal itu baru sebatas usulan dari pemerintah dan belum final karena belum dibahas DPR.

"Ini penting sebagai wujud transparansi politik demokrasi. Agar masyarakat tahu betul siapa bakal calon yang akan dipilih," ujar Sony melalui pesan singkatnya, Minggu 3 April 2016.

Mendagri: ASN Harus Bangun Pola Pikir dan Budaya Kerja Melayani Publik

Menurut Sony, usulan itu juga mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terkait keikutsertaan mantan narapidana di Pilkada 2015 lalu. Alasannya, MK menilai Pasal 7 huruf g UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, bertentangan dengan UUD 1945, karena menghambat mantan narapidana maju sebagai calon kepala daerah.

Dalam pasal tersebut sendiri diatur bahwa calon yang akan maju Pilkada tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

"Mahkamah menganggap Undang-undang tidak dapat mencabut hak pilih seseorang, melainkan hanya memberi pembatasan sesuai Pasal 28J UUD 1945," ujar dia.

Karena itu menurut dia, mengacu pendapat MK bahwa pernyataan terbuka dan jujur dari mantan narapidana kepada masyarakat umum mengandung arti pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan pilihannya mau memilih mantan narapidana atau tidak.

Akan tetapi, apabila mantan narapidana tidak mengemukakan kepada publik, berlaku syarat kedua putusan MKNo.4/PUU-VII/2009, yakni dapat mencalonkan setelah lima tahun sejak terpidana selesai menjalani hukuman.

Seperti diketahui, dalam draft revisi Undang-undang nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, pemerintah mengusulkan aturan mantan narapidana yang ingin maju Pilkada harus secara jujur dan terbuka mengumumkan kepada publik, terkait statusnya sebagai mantan narapidana.

Model pengumumannya diatur paling tidak pernah dimuat di media massa dan diperkuat dengan surat keterangan dari pemimpin redaksi media massa lokal dan nasional, disertai bukti pemuatannya.

Hal itu dimuat dalam Pasal 45 ayat 2b draft revisi UU Pilkada yang telah diserahkan pemerintah ke DPR, Senin 28  Maret 2016 lalu. Dalam ayat tersebut dijelaskan di bagian awal bakal pasangan calon harus menyertakan surat keterangan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan berkuatan hukum tetap dari pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon.

Selain itu di bagian kedua tertulis, ada pun bagi mantan narapidana harus sudah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana dari pemimpin redaksi media massa lokal atau nasional dengan disertai buktinya, sebagai bukti pemenuhan syarat calon. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya