90 Anggota DPR Usulkan Hak Angket Terkait Ahok
- VIVA.co.id/ Reza Fajri.
VIVA.co.id - Para Fraksi pengusul hak angket terkait pengangkatan kembali Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta resmi menyerahkan draf usulan kepada pimpinan DPR. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menerima draf tersebut.
"Kami sampaikan draf usulan pengajuan hak angket terkait pengembalian kembali Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta," kata anggota Fraksi Partai Demokrat, Fandi Utomo, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 13 Februari 2017.
Draf usulan hak angket baru bisa diajukan, jika telah mendapat persetujuan 25 anggota DPR dan dua Fraksi. Namun, draf yang diserahkan tadi telah ditandatangani oleh 22 anggota Fraksi Gerindra, 42 anggota Fraksi Demokrat, 10 anggota Fraksi PAN, dan 16 anggota Fraksi PKS.
"Usulan hak angket ini sudah melampui syarat pengajuan hak angket. Minimal terkumpul 25 tanda tangan anggota DPR dan lebih dari dua Fraksi," ujar Fadli.
Sebelum dibawa ke Sidang Paripurna, pimpinan DPR akan memproses usulan melalui Rapat Pimpinan (Rapim) DPR. Setelah itu, usulan ini kemudian dirapatkan di Badan Musyawarah (Bamus).
"Tentu akan dibawa ke Paripurna," kata Fadli, yang juga ikut menandatangani usulan ini.
Sebelumnya, para inisiator hak angket menilai ada pelanggaran terhadap terhadap Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat 1 dan ayat 3. Mereka ingin menguji sebuah pelanggaran yang dilakukan pemerintah yang tidak memberhentikan Basuki Tjahaja Purnama sebagai gubernur.
Sebelumnya, sebanyak empat Fraksi menyatakan setuju dengan usulan hak angket tersebut. Mereka yakni Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional.
Usulan hak angket digulirkan, karena dinilai ada pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3. Berikut ini bunyi Pasal tersebut:
1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.