Sedih! Gen Z Merasa Gelar Kuliah Jadi Sia-sia karena Harus Saingan dengan AI di Pasar Kerja
Jakarta, VIVA – Di tengah derasnya arus adopsi kecerdasan buatan (AI) di berbagai sektor pekerjaan, generasi muda justru dilanda kegalauan. Berdasarkan data, terungkap bahwa para pencari kerja muda, khususnya dari kalangan Gen Z, merasa pendidikan tinggi yang mereka tempuh, kini tak lagi sebanding dengan kebutuhan dunia kerja.
Laporan yang baru-baru ini dirils oleh Indeed, platform pencarian kerja global, menunjukkan bahwa Gen Z adalah kelompok yang paling merasakan dampak langsung dari masifnya penerapan AI di dunia kerja.
Dalam survei yang dilakukan oleh Harris Poll terhadap 772 pekerja dan pencari kerja di AS dengan latar belakang pendidikan minimal diploma, ditemukan bahwa hampir separuh responden Gen Z merasa gelar kuliah mereka kini sudah tidak relevan.
Angka ini jauh lebih tinggi dibanding sekitar sepertiga dari generasi Milenial yang merasakan hal serupa. Tak hanya itu, sekitar 1 dari 5 responden Gen Z dan Baby Boomer juga menganggap pendidikan tinggi yang mereka tempuh tidak lagi sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
Ilustrasi Gen Z
- pexels.com
Perubahan ini sejalan dengan tren perusahaan di AS, yang mulai mengurangi syarat gelar sarjana dalam lowongan pekerjaan. Bahkan, separuh dari pencari kerja Gen Z menyatakan bahwa pendidikan tinggi terasa sia-sia, baik dari segi waktu maupun biaya.
Linsey Fagan, Penasihat Strategi Talenta Senior di Indeed, mengatakan, bahwa perubahan besar akibat AI ini akan terus bergulir dan menuntut pemahaman dasar tentang AI dari setiap karyawan, maupun calon pekerja.
“Agar organisasi berhasil memanfaatkan AI, setiap karyawan perlu memahami dasar AI dan bagaimana perusahaan mereka menggunakannya,” ujar Fagan, seperti dikutip dari Ciodive, Rabu, 23 April 2025.
Fagan juga menekankan pentingnya peran pemimpin dalam mendukung transisi ini, termasuk dengan mendengarkan kebutuhan tim dan menyediakan pelatihan yang sesuai. Sejumlah perusahaan pun, kini telah menanggapi tantangan ini dengan menggelar program pelatihan dan peningkatan keterampilan (upskilling).
Bahkan, vendor teknologi pun mulai membuka pelatihan AI untuk umum guna mempercepat adopsi di lingkungan kerja. Salah satunya platform pelatihan online O’Reilly, yang mencatat lonjakan besar dalam permintaan pelatihan berbasis AI sepanjang tahun lalu.
Menurut laporan Januari mereka, jumlah profesional yang mencari pelatihan prinsip-prinsip AI, meningkat lebih dari empat kali lipat. “Untuk membuka potensi AI secara maksimal, organisasi harus berinvestasi pada SDM mereka, menyediakan pelatihan, pengalaman langsung, dan kesempatan untuk mengeksplorasi alat baru dalam lingkungan yang mendukung,” kata Fagan.