Analis Sebut Penguatan IHSG Didominasi Sentimen Spekulatif: Tahun Ini Milik Obligasi
- Facebook/Guaranty Trust
Jakarta, VIVA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau di zona hijau secara year to date. Namun, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, menilai bahwa kinerja pasar saham Indonesia sepanjang 2025 masih tertinggal dibandingkan bursa global lainnya.
IHSG tercatat masih menguat ke 7.091 dari posisi akhir tahun 7.079. Dengan aliran dana asing bergerak keluar (foreign outflow) sebesar Rp 57,9 triliun sejak awal tahun hingga 11 Juli 2025.
Rully melihat pergerakan IHSG cenderung spekulatif dan belum ditopang oleh fundamental yang kuat. Selain itu, ia menyoroti emiten saham perbankan yang mengalami perlambatan secara year to date padahal sektor ini biasanya menjadi motor penggerak indeks imbas lesunya daya beli dan penjualan ritel yang terus merosot.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan obligasi yang menurut Rully harusnya memiliki kinerja lebih baik di tahun 2025. Hal ini karena obligasi biasanya akan lebih cuan saat nilai tukar stabil serta inflasi dan suku bunga yang rendah.
“Secara fundamental dan teoritikal sendiri, itu (obligasi) harusnya lebih bagus untuk pasar obligasi dibandingkan pasar saham,” ujar Rully dalam acara Media Day by Mirae Asset di Jakarta pada Selasa, 15 Juli 2025.
Head Research Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto
- VIVA/Ayesha Puri
Ia mengungkap, tren harga obligasi masih menunjukkan kenaikan, baik secara penurunan imbal hasil (yield) yang sejalan dengan aliran dana asing masuk (foreign inflow) yang cukup besar. Sepanjang Juli, tercatat nett buy asing Rp 17,2 triliun month to date atau Rp 70 triliun secara year to date.
Oleh karena itu, Rully melihat tahun 2025 akan menjadi tahunnya obligasi untuk leading dibandingkan saham. Mengingat volatilitas pasar saham masih tinggi dan instrumen obligasi jangka panjang dengan tenor 5–10 tahun bisa jadi ‘bumper’.
Apalagi pemangkasan BI Rate pada semester I-2025 dan ekspektasi penurunan The Fed Fund Rate (FFR) pada semester II-2025 dapat mendorong kenaikan obligasi.. Meskipun, efek penurunan suku bunga ini membutuhkan waktu untuk melihat dampaknya terhadap perekonomian.
“Butuh waktu setidaknya satu semester hingga satu tahun. Efek dari penurunan suku bunga kemungkinan baru akan terasa pada kuartal I-2026 atau paling cepat akhir 2025,” kata Rully.
Rully juga menyoroti, penguatan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir lebih dipengaruhi oleh sentimen global ketimbang faktor domestik. Walaupun penguatan ini juga masih relatif kecil dibandingkan mata uang lainnya yang melonjak hingga 10 persen.
Lebih lanjut, Rully memprediksi suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) masih akan ditahan pada level 5,5 persen hingga akhir tahun dan menunggu adjustment dari perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit. Likuiditas perbankan juga diprediksi akan lebih longgar di semester II-2025 yang dapat mendorong kenaikan harga obligasi dan penurunan yield -nya.
Dari sisi equity, Rully melihat pergerakan yang agak berat lantaran pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri lebih challenging dibandingkan tahun lalu. Menurutnya, pemicu volatilitas tahun ini lebih banyak berasal dari ketidakpastian arah kebijakan ekonomi global, terutama kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).
“Donald Trump sudah mulai menyentuh ranah kebijakan moneter dan ini menimbulkan volatilitas tinggi karena pasar meragukan reliabilitas kebijakan ekonomi di AS,” lanjut Rully.
Sejalan dengan proyeksi pasar, Rully juga memperkirakan The Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali tahun ini, yakni pada September dan Desember. Menurutnya Gubernur The Fed, Jerome Powell, akan menunggu data ekonomi pendukung lain sebelum membuat keputusan final dan menilai data setiap bulan, setidaknya pada bulan Mei dan Juni.
“Yang dikhawatirkan justru ancaman tarif impor 10–20 persen dalam beberapa bulan ke depan. Powell tetap pada prinsip tidak terpengaruh politik, tetapi pengumuman calon pengganti Trump justru menjadi sentimen negatif tersendiri bagi pasar,” pungkas Rully. .