BI Rate Turun Terus, Bank Indonesia Minta Bank Turunkan Suku Bunga
- pexels.com/Expect Best
Jakarta, VIVA – Bank Indonesia menegaskan pentingnya percepatan penurunan suku bunga perbankan, menyusul kebijakan moneter longgar yang telah ditempuh sejak akhir 2024. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa langkah tersebut krusial agar penyaluran kredit dapat lebih kuat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
“Penurunan suku bunga pasar uang dan imbal hasil SBN sejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia perlu diikuti dengan penurunan suku bunga oleh perbankan,” ujar Perry Warjiyo pada Rabu, 17 September 2025.
Data Bank Indonesia menunjukkan suku bunga acuan BI-Rate telah turun 125 basis poin (bps) sejak September 2024. Kondisi ini mendorong suku bunga INDONIA turun 144 bps dari 6,03% pada awal 2025 menjadi 4,59% per 16 September 2025. Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga terkoreksi signifikan masing-masing sebesar 210 bps, 213 bps, dan 219 bps.
Tak hanya itu, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) mengalami penurunan. Untuk tenor 2 tahun, imbal hasil merosot 185 bps dari 6,96% menjadi 5,11%, sementara tenor 10 tahun turun 94 bps dari 7,26% menjadi 6,32% pada periode yang sama.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo
- Istimewa
Namun, Perry menyoroti bahwa penurunan suku bunga perbankan belum sejalan dengan relaksasi kebijakan moneter. “Dibandingkan dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun sebesar 16 bps dari 4,81% pada awal 2025 menjadi 4,65% pada Agustus 2025,” jelasnya.
Kondisi ini salah satunya dipengaruhi oleh special rate yang masih diberikan kepada deposan besar, dengan porsi mencapai 25% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) bank. Penurunan suku bunga kredit perbankan bahkan lebih lambat, hanya turun 7 bps dari 9,20% menjadi 9,13% pada periode Januari–Agustus 2025.
“Bank Indonesia memandang suku bunga deposito dan kredit perbankan perlu segera turun sehingga dapat meningkatkan penyaluran kredit/pembiayaan sebagai bagian upaya bersama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sejalan dengan Program Asta Cita Pemerintah,” tegas Perry.
Selain mendorong perbankan menyesuaikan suku bunga, BI juga menilai pelonggaran moneter telah berdampak pada peningkatan jumlah uang beredar. Pertumbuhan uang primer (M0) Adjusted mencapai 7,34% (yoy) pada Agustus 2025, lebih tinggi dibandingkan M0 tanpa memperhitungkan dampak kebijakan KLM yang hanya tumbuh 0,34% (yoy).
Pertumbuhan uang beredar luas (M2) juga meningkat dari 5,46% (yoy) pada Januari 2025 menjadi 6,53% (yoy) pada Juli 2025. Faktor utama pendorong pertumbuhan ini adalah naiknya Aktiva Luar Negeri Bersih (Net Foreign Asset – NFA) seiring meningkatnya cadangan devisa.
Melalui langkah-langkah tersebut, Perry optimistis ke depan jumlah uang beredar akan terus meningkat sejalan dengan kebijakan fiskal ekspansif pemerintah dan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi.